Reporter: Ewo Raswa |
JAKARTA. Keputusan pembatasan kepemilikan asing maksimal 30% yang tercantum dalam Undang-Undang Hortikultura berbuntut panjang. Selain ekspor buah dan sayuran yang bakal terseok, sejumlah pelaku bisnis hortikultura juga memperkirakan, pertumbuhan pasar benih kemungkinan bakal tersendat.
Glenn Pardede, Deputy Managing Director PT East West Seed Indonesia, perusahaan perbenihan buah dan sayuran asal Belanda, menyatakan, pembatasan ini akan membuat pemegang saham asing menahan investasinya. Akibatnya, proses pengembangan varietas baru akan tersendat.
Padahal, saat ini, perusahaan asing menguasai sekitar 70% pangsa pasar benih hortikultura di Indonesia. "Pasar benih sayuran saja mencapai Rp 500 miliar," kata Glenn kepada KONTAN, Kamis (28/10). Catatan saja, saat ini, terdapat sekitar 115 perusahaan benih buah dan sayuran baik lokal maupun asing.
Setiap tahun, pasar benih buah dan sayuran tumbuh antara 5%-7%. Pertumbuhan sebesar ini terjadi karena perusahaan benih terus mengembangkan varietas baru yang unggul. Sehingga, para petani memburu benih unggul tersebut.
Nah, jika investor asing mengerem ekspansinya, maka benih yang beredar di pasar merupakan bibit yang dihasilkan dari pengembangan sebelumnya. Sehingga, petani tidak akan terlampau gencar melakukan pembelian. Makanya, Glenn meramal, ceruk pasar benih hortikultura akan stagnan. Kalaupun naik, maka kenaikannya itu hanya akan berkisar 1%-2%.
Khusus East West, perusahaan ini memproduksi lima varietas baru per bulan. Saat ini, perusahaan yang terkenal dengan merek dagang Panah Merah tersebut menguasai 45% pangsa pasar benih hortikultura di Indonesia. Bahkan, Panah Merah mampu menguasai 75% pasar benih tomat, 60% benih cabai, dan 60% benih mentimun.
Semula, East West berniat menggelontorkan dana US$ 2 juta- US$ 3 juta untuk mengembangkan bisnis bawang merah di 2011. "Tapi dengan aturan baru ini semua kami tahan," kata Glenn.
Perusahaan yang sudah 20 tahun menggeluti bisnis hortikultura di Indonesia tersebut memang tak punya pilihan lain. Sebab, sekitar 50% dana investasi mereka diperuntukkan untuk penelitian dan pengembangan. "Kalau hanya memiliki porsi kecil akan rugi karena modal kami adalah teknologi dan pengetahuan," terang Glenn.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News