kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis batubara terpapar corona, Samindo Resources (MYOH) gencar cari kontrak baru


Kamis, 09 April 2020 / 18:41 WIB
Bisnis batubara terpapar corona, Samindo Resources (MYOH) gencar cari kontrak baru
ILUSTRASI. PT Samindo Resources Tbk (MYOH)


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona (Covid-19) memukul perkenomian. Sektor bisnis tertekan, tak terkecuali untuk pertambangan batubara. Namun, di tengah kondisi itu, emiten jasa pertambangan PT Samindo Resources Tbk (MYOH) tetap intensif melakukan pendekatan supaya bisa mengantongi kontrak baru.

Kepala Hubungan Investor MYOH Ahmad Zaki Natsir mengungkapkan, meski di tengah tekanan pandemi, pihaknya tetap optimistis bisa memperluas pangsa pasar. Zaki bilang, MYOH sedang fokus mencari kontrak baru. Terlebih, kontrak bersama Bayan Group sudah selesai per November 2019 lalu.

"Kontrak Bayan sudah selesai per November 2019, saat ini kami sedang fokus cari kontrak baru. Kami berharap Corona ini cepat berlalu agar kami bisa lebih agresif melakukan pendekatan-pendekatan," kata Zaki saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (9/4).

Sayangnya, Zaki masih belum memberikan bocoran, jumlah atau perusahaan mana saja yang sedang dibidik MYOH. Yang jelas, saat ini pekerjaan MYOH masih bertumpu pada kontrak dari PT Kideco Jaya Agung, perusahaan batubara dari Indika Group.

Baca Juga: Harga batubara tertekan, begini strategi Indika Energy (INDY)

Dalam catatan Kontan.co.id, PT Kideco Jaya Agung menjadi satu-satunya pelanggan yang memiliki nilai transaksi lebih dari 10% dari pendapatan konsolidasian, yakni US$ 239,14 juta atau hampir 94% dari total pendapatan MYOH pada 2019.

Terkait dengan kinerja operasional, Zaki memastikan bahwa aktivitas di lapangan masih berjalan. Namun, ia tak menampik bahwa Covid-19 menjadi hambatan. Protokol kerja untuk mencegah penyebaran Covid-19 pun dilakukan, misalnya dengan melakukan karantina mandisi selama 14 hari bagi orang yang baru datang dari zona merah atau wilayah yang banyak kasus positif Covid-19.

"Kalau dampak Corona semua sektor pasti merasakan. Dari operasional pasti ada pembatasan, di tambang klien kami aktivitas masih berjalan," ungkap Zaki.

Ia menyampaikan, aktivitas ekspor pun tidak berhenti. Menurut Zaki, kondisi China yang mulai pulih dari Corona berpotensi untuk meningkatkan permintaan batubara dari Negeri Tirai Bambu tersebut.

Terkait dengan tekanan terhadap pasar dan harga batubara, Zaki menyebut bahwa hal tersebut tidak berdampak secara langsung terhadap MYOH. Hanya saja, jika klien sampai menurunkan produksi atau aktivitas pertambangan batubara, maka MYOH akan terkena imbasnya.

"Secara langsung tidak berpengaruh. Tapi kalau harga rendah, produksi klien rendah, target kami rendah juga, itu kurang lebih hubungannya," terang Zaki.

Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) buka opsi diversifikasi pasar karena harga batubara tertekan

Dengan bercermin terhadap kondisi pasar dan harga batubara di Triwulan I tahun ini, Zaki pun mengamini bahwa 2020 menjadi tahun yang menantang bagi MYOH. Apalagi, negara-negara tujuan ekspor batubara seperti China dan India juga terkena imbas Corona.

Oleh sebab itu, sambung Zaki, hingga saat ini MYOH belum menetapkan secara detail target kinerja operasional maupun keuangan. Zaki bilang, pihaknya masih melakukan negosiasi dan finalisasi bersama klien yang berkontrak dengan MYOH.

"Masalah target, data 2020 masih belum ada. Proses negosiasi dengan klien masih berjalan," ungkapnya.

Yang jelas, kata Zaki, melihat kondisi pandemi seperi sekarnag, pihaknya akan mematok target lebih realistis dibanding tahun lalu. "Rasanya kami akan lebih realistis, mengingat banyaknya hambatan sejak awal tahun 2020 ini," sambungnya.

Baca Juga: Bumi Resources (BUMI) telah membayar total US$ 321,31 juta utang pokok

Begitu juga dengan investasi atau belanja modal (capital expenditure/capex). Zaki bilang, pihaknya tidak akan seagresif dua tahun belakangan, sehingga akan lebih fokus untuk mengoptimalkan peralatan dan dump truck yang dibeli pada tahun lalu.

"Selama dua tahun terakhir kami sudah merealisasikan lebih dari US$ 25 juta, rasanya cukup lumayan banyak yang kami sudah keluarkan. Jadi kami akan optimalkan dulu pembelian yang lalu," ungkapnya.

Dalam catatan Kontan.co.id, tahun lalu MYOH telah membeli 10 unit dump truck dengan anggaran senilai US$ 14,5 juta. Sepanjang 2019, MYOH membukukan volume pengupasan lapisan batuan penutup atau overburden sebesar 55,2 juta bank cubic meter (bcm).

Angak itu naik 1,09% secara tahunan (yoy) dibandingkan raihan tahun sebelumnya. Sementara itu, volume pengambilan batubara atau coal getting MYOH juga tumbuh 13,49% yoy menjadi 11,1 juta ton di tahun lalu.

Dengan raihan itu, MYOH membukukan pendapatan US$ 254,45 juta atau naik 5,5% dari pendapatan pada 2018. Namun, MYOH hanya mengantongi laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$ 26,07 juta. Realisasi ini turun 15,62% dari laba bersih tahun 2018 yang mencapai US$ 30,89 juta.

Di tengah tekanan di industri pertambangan batubara, Zaki menyebut bahwa MYOH tetap mengejar diversifikasi bisnis ke sektor Independent Power Producer (IPP) atau bisnis listrik swasta.

Ia bilang, MYOH akan fokus ke IPP berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Menurut Zaki, tahun ini pun MYOH kembali mengincar kontrak di bisnis listrik, dan tengah menunggu pembukaan tender dari PT PLN (Persero).

"Diversifikasi ke IPP terutama EBT masih jalan, kami menunggu adanya pembukaan tender baru dari PLN," tandasnya.

Baca Juga: Harga batubara acuan mulai terpukul corona, Pengamat: Bisa mencapai US$ 60 per ton

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×