Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
Hilmi melanjutkan, perlu ada kesadaran bahwa investasi sektor energi termasuk EBT merupakan investasi yang jangka panjang. Untuk itu, perlu ada kepastian hukum.
Salah satu yang dinilai paling dinantikan pelaku usaha EBT yakni hadirnya Undang-Undang EBT yang kini masih disusun. Kendati demikian, hadirnya UU EBT nantinya juga harus dibarengi perangkat hukum dan pelaksanaan yang mudah dimengerti.
Hal lain yang dinilai patut jadi perhatian yakni kemudahan dalam melaksanakan bisnis. Hilmi menjelaskan, perizinan dan proses dalam pelaksanaan proyek EBT melibatkan banyak kementerian hingga pemerintah daerah. Dengan kondisi ini, dirinya berharap sektor EBTKE dapat memiliki lembaga khusus seperti SKK Migas untuk memudahkan proses perizinan sektor EBT.
"Ketiga, keekonomian Investasi itu perlu return. Return ini pada akhirnya bagaimana struktur tarif (listrik) disusun," kata Hilmi.
Hilmi mengungkapkan, berbeda dengan energi fosil, sektor EBT memiliki sumber energi yang gratis. Untuk itu, dengan investasi yang tergolong besar di awal maka tak ada salahnya penetapan tarif listrik menyesuaikan besaran investasi. Nantinya, dalam beberapa tahun setelah terpenuhi keekonomian maka tarif dapat kembali ke level yang lebih rendah. "Pada jangka panjang akan didapatkan harga energi yang rata-rata murah," imbuh Hilmi.
Selanjutnya: Medco Energi (MEDC) targetkan pengurangan emisi karbon bisa lebih cepat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News