Reporter: Venny Suryanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia dan Australia secara resmi menandatangani Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada 4 Maret 2019. Berlakunya perjanjian tersebut baru akan dimulai pada 5 Juli 2020 mendatang.
Menyambut IA-CEPA, Badan Standardisasi Nasional (BSN) mendorong pelaku usaha khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memanfaatkan perjanjian bilateral ini untuk menembus pasar Australia.
Kepala BSN Kukuh S. Achmad mengatakan, Indonesia harus bisa memanfaatkan perjanjian IA-CEPA. IA-CEPA memberikan fasilitasi kepada kedua negara untuk bisa saling menerima barang ataupun jasa cukup banyak di antaranya makanan dan minuman.
Baca Juga: Tingkatkan mutu produk perikanan dan kelautan, BSN beri penghargaan ke KKP
“Pelaku usaha bisa memanfaatkan perjanjian IA-CEPA. Apalagi jika barang akan diekspor ke Australia, bea masuknya 0%. Namun, pelaku usaha tetap harus memperhatikan persyaratan ekspor di antaranya regulasi dan pemahaman standar yang diberlakukan di negara tujuan,” ujar Kukuh dalam keterangan resmi, Rabu (24/6).
Terkait IA-CEPA, BSN juga berpartner dengan Australian Standard melakukan standard mapping. Karena, untuk saling bisa menerima persyaratan antara Indonesia dan Australia terkait dengan standar, mau tidak mau, standar kedua negara ini harus harmonis dan selaras.
Begitu pula, terkait penilaian kesesuaiannya, seperti hasil pengujian di laboratorium, dan hasil sertifikasi juga diharapkan bisa saling menerima. Untuk itu, disepakati menggunakan mekanisme Mutual Recognition Arrangements (MRA) di organisasi internasional badan akreditasi.
“ Karena, dengan penandatanganan MRA tersebut, anggota badan akreditasi akan saling mengakui satu sama lain atas sertifikat dan laporan yang diterbitkan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian yang terakreditasi KAN,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan, Ni Made Ayu Martini mengingatkan kepada pelaku usaha terutama produk pangan, yang akan ekspor ke Australia untuk memperhatikan standar dan regulasi pemerintah Australia.
Di mana Australia memang memiliki standar yang tinggi. Persyaratan standar Australia tersebut di antaranya adalah Australian Bio Security Regulation – Australian Department of Agriculture dan standar Australia.
Adapun, persyaratan umum di antaranya, penanganan pangan yakni pengusaha harus menjamin pekerja memahami pengolahan dan penanganan produk yang diproduksi dan kompetensi disesuaikan dengan jenis produk yang diproduksi dan dilakukan training untuk meningkatkan kompetensi; notifikasi perusahaan yaitu untuk mendapatkan izin perusahaan maka dilakukan pendaftaran sesuai persyaratan The Australia Business License and Information Service.
Selain itu juga pangan dikemas harus dengan bahan yang aman dan tidak mengakibatkan kontaminasi ketika kontak dengan pangan; transportasi pangan, harus dipastikan saat transportasi, pangan tidak terkontaminasi, meminimalisir pertumbuhan mikroba pathogen; serta pembuangan Pangan di mana Pangan yang tidak standar harus dimusnahkan, dikembalikan ke supplier atau diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Semakin tinggi standar maka semakin tinggi ekonomi sebuah negara. Meskipun demikian, pemerintah siap mendukung stakeholder atau dalam hal ini pelaku usaha terutama UMKM melalui program kerja sama ekonomi IA-CEPA. Para industri UMKM bisa memanfaatkan optimalisasi pemanfaatan perundingan perdagangan internasional melalui Free Trade Agreement Center (FTA Center) yang berada di 5 daerah yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan dan Makassar,” ujar Ni Made.
Peluang ekspor ke Australia juga tergambar dari data ekspor kedua negara tersebut. Menurut Atase Perdagangan RI di Canbera, Agung Wicaksono, di Australia justru produk pangan olahan asal Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Ini menunjukkan para pelaku Indonesia mampu menembus dan bersaing di pasar Australia.
Baca Juga: Tingkatkan daya saing baja nasional, Krakatau Steel dan BSN dorong standardisasi
Berdasarkan data BPS pada tahun 2020 yang telah diolah, pada tahun 2019, Indonesia mengekspor sebanyak US$ 232,6 juta produk pangan ke Australia. Nilai ini meningkat 3% dibandingkan tahun sebelumnya.
Ekspor produk pangan Indonesia ke Australia didominasi oleh produk makanan dan minuman (olahan) untuk rumah tangga yaitu sebesar US$ 156,4 Juta atau 67,2% dari total ekspor pangan Indonesia-Australia tahun 2019.
Kendati dalam situasi pandemi Covid-19, Ekspor pangan Indonesia-Australia Januari-April 2020 menunjukkan peningkatan performa dari periode yang sama tahun 2018 yaitu dari US$ 71,2 Juta menjadi US$ 82,5 Juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News