Reporter: Filemon Agung | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pembatasan BBM subsidi oleh Pemerintah Indonesia dinilai tetap memerlukan payung hukum berupa revisi Peraturan Presiden 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, biaya kebijakan pembatasan subsidi BBM berpotensi akan lebih besar jika dibandingkan dengan potensi manfaat yang akan diperoleh. Jika tidak terkelola dengan baik, biaya ekonomi dan biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM dapat tidak terkendali.
"Potensi biaya sosial dari kebijakan pembatasan BBM subsidi pada tahun 2024 dapat lebih besar mengingat akan dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di seluruh Indonesia. Keterbatasan akses BBM pada saat pelaksanaan pesta demokrasi serentak dapat berpotensi memicu permasalahan vertikal dan horizontal," kata Komaidi dalam keterangan resmi, Rabu (14/8).
Baca Juga: Menko Marves Luhut Ungkap Revisi Perpres 191 Bakal Rampung Sebelum Pemerintahan Baru
Komaidi menjelaskan, demi mendorong edukasi publik dan pemenuhan aspek keadilan, maka para peserta Pilkada dan para pendukungnya perlu diarahkan agar tidak menggunakan BBM subsidi dalam pelaksanaan pesta demokrasi yang akan dilaksanakan.
Menurutnya, selama kebijakan pengaturan dan pengelolaan BBM hanya dilakukan melalui pembatasan, hasil yang akan diperoleh tidak akan optimal dan berpotensi menimbulkan sejumlah permasalahan ikutan di dalam implementasinya.
"Kebijakan pengelolaan BBM subsidi akan dapat lebih optimal jika pemberian subsidi BBM dilakukan melalui mekanisme subsidi langsung, yaitu pemberian subsidi secara langsung kepada individu penerima manfaat bukan melalui mekanisme subsidi terhadap harga barang seperti mekanisme subsidi yang diberlakukan saat ini," sambung Komaidi.
Lebih jauh, kebijakan pembatasan BBM subsidi, menurut Komaidi relatif belum akan dapat dilaksanakan jika revisi Peraturan Presiden (Perpres) No.191/2014 belum diselesaikan oleh pemerintah.
"Badan usaha pelaksana penugasan (Pertamina) tidak memiliki rujukan dan payung hukum untuk pelaksanaan kebijakan jika revisi Perpres tersebut belum diselesaikan," tegas Komaidi.
Baca Juga: Ini Alasan Pertamina Kerek Harga Pertamax Menjadi Rp 13.700 per Liter
Potensi nilai penghematan anggaran subsidi BBM yang akan diperoleh dari kebijakan pembatasan BBM pada dasarnya belum dapat dikuantifikasikan jika obyek atau kelompok yang akan menjadi target pembatasan tidak ditetapkan secara tegas oleh pemerintah.
Komaidi menambahkan, jika mencermati kuota BBM Subsidi dan BBM JBT pada tahun 2024 dan 2025 yang tercatat lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dari perspektif fiskal pada dasarnya dapat dikatakan bahwa pemerintah pada dasarnya tidak berencana melakukan pembatasan BBM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News