Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penutupan permanen operasional PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian lokal, terutama di wilayah sekitar operasional perusahaan.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa keputusan ini tidak hanya berdampak pada ribuan karyawan yang kehilangan pekerjaan dan pendapatan, tetapi juga menghilangkan rasa aman serta stabilitas finansial yang selama ini mereka miliki.
Baca Juga: Sritex Bangkrut, 10.965 Buruh Terkena PHK Massal Sepanjang 2025
"Banyak dari mereka memiliki keluarga yang bergantung pada penghasilan tersebut. Tanpa sumber pendapatan yang stabil, mereka menghadapi kesulitan finansial serius, termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Minggu (2/3).
Dampak dari penutupan Sritex juga akan dirasakan secara luas oleh perekonomian lokal. Sebagai salah satu pengusaha terbesar di wilayahnya, Sritex selama ini menjadi tulang punggung pendapatan masyarakat setempat.
Yusuf menjelaskan bahwa hilangnya ribuan pekerjaan akan berdampak pada turunnya daya beli masyarakat, yang pada akhirnya melemahkan konsumsi dan menggerus bisnis lokal, seperti toko, restoran, serta penyedia layanan lainnya.
Tak hanya itu, penurunan aktivitas ekonomi ini juga berimbas pada berkurangnya pendapatan pajak daerah, yang dapat menghambat penyediaan layanan publik dan pembangunan infrastruktur.
Baca Juga: Sritex (SRIL) Berpeluang Didepak dari Bursa Saham Usai Berhenti Beroperasi
Ancaman bagi Industri Tekstil Nasional
Selain menjadi pukulan bagi karyawan dan ekonomi lokal, kejatuhan Sritex sebagai salah satu raksasa tekstil terbesar di Asia Tenggara turut menimbulkan pertanyaan serius tentang daya saing dan keberlanjutan industri tekstil di kawasan ini.
"Industri tekstil di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah lama menghadapi tantangan berat, seperti persaingan dari impor tekstil murah, terutama dari China, serta kebutuhan untuk memodernisasi teknologi dan beradaptasi dengan perubahan permintaan pasar global," ungkap Yusuf.
Menurutnya, kejatuhan Sritex mencerminkan tantangan struktural yang lebih dalam di sektor ini. Perusahaan tekstil di Indonesia perlu berinovasi dan mendiversifikasi bisnis mereka agar tetap mampu bersaing dalam kondisi pasar yang semakin kompetitif.
Yusuf menilai bahwa kondisi yang dialami Sritex menjadi sinyal bagi pemerintah dan pemangku kepentingan industri untuk lebih proaktif dalam menjaga keberlanjutan sektor tekstil nasional.
Baca Juga: Tutup Permanen, Bos Sritex Sampaikan Terima Kasih Kepada Seluruh Karyawan
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan insentif bagi modernisasi teknologi atau menerapkan kebijakan yang melindungi industri dari persaingan impor yang tidak sehat.
"Di saat yang sama, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah konkret dalam membantu para pekerja yang terdampak, sehingga dampak sosial dan ekonomi dari penutupan Sritex dapat diminimalisir, dan industri tekstil nasional dapat tetap memiliki masa depan yang berdaya saing," tandas Yusuf.
Selanjutnya: BTN Tingkatkan CKPN di Tengah Tingginya Ketidakpastian Global
Menarik Dibaca: 6 Tips Tidak Ngantuk di Siang Hari selama Berpuasa, Terapkan yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News