Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pelaku industri manufaktur mulai resah dengan keadaan kurs rupiah terhadap dolar yang makin melemah. Pasalnya, tidak semua bahan baku bisa dipenuhi dari dalam negeri sehingga mau tidak mau pelaku industri harus merogoh kocek lebih dalam untuk impor.
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman se-Indonesia (Gapmmi) sampai rela keuntungan tergerus untuk menutupi beban bahan baku yang makin membengkak. Adhi S Lukman, Ketua Umum Gapmmi menjelaskan sementara ini pelaku industri makanan masih menggunakan acuan kurs normal.
Baca Juga: Pertamina: Pelemahan rupiah belum berdampak ke perubahan harga BBM
Meski Adhi tidak memerinci berapa acuannya, "Dalam situasi saat ini lebih memilih mengorbankan untung dibanding harus menaikkan harga jual meskipun kondisi rupiah saat ini akan berpengaruh ke harga pokok," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (24/3).
Adhi menyatakan dalam menyikapi hal ini tentu masing-masing perusahaan mamin sudah melakukan efisiensi. "Namun Gapmmi tidak sampai mengikuti bisnis perusahaan dengan rinci," ungkapnya.
Tapi Adhi memastikan, sementara ini tidak ada laporan pemangkasan karyawan di tengah kondisi saat ini.
Pelaku industri lainnya yakni Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) khawatir pelemahan kurs rupiah terhadap dolar bisa berdampak pada penyesuaian harga kendaraan bermotor mobil (KBM).
Baca Juga: CSIS: Pelemahan rupiah hanya akan berpengaruh pada komoditas pangan impor
"Mudah-mudahan pelemahan rupiah tidak berlangsung lama, kalau lama maka akan terjadi penyesuaian harga KBM dan ini akan berakibat menurunnya angka penjualan," jelas Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto.
Jongkie belum mau berkomentar banyak soal industri dan penjualan otomotif. Katanya saat ini lebih baik berharap agar wabah corona segera berakhir.
Adapun industri mainan juga kena getah pelemahan kurs rupiah terhadap dolar. Ketua Umum Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) Sutjiadi Lukas mengungkapkan acuan kurs yang saat ini masih dipakai industri mainan Rp 14.500. Adapun sejauh ini rata-rata impor sparepart mainan masih 25% dari seluruh kebutuhan produksi.
"Kenaikan kurs cukup signifikan. Sebelum corona, terakhir masuk barang rata rata di bulan Desember kurs masih sekitar Rp 13.800 sekarang sudah di atas Rp 16.000 per dolar AS jadi ada yang sudah pesan barangpun terpaksa ditunda pengirimannya," ujarnya.
Baca Juga: Pengamat: Dampak pelemahan rupiah ke harga BBM bisa diantisipasi dengan efisiensi
Tentu saja peristiwa ini akan menggerus profit bahkan pelaku industri mainan akan menanggung rugi. Sutjiadi blak-blakan soal kondisi pelaku industri mainan saat ini, seperti pengusaha importir semua berhenti beroperasi, sedang lokal hanya habiskan stok komponen.
Di sisi lain produsen yang mengerjakan produk tanpa komponen hanya mengandalkan cetakan mesin injection.
Sutjiadi menegaskan sejauh ini belum ada upaya pengurangan tenaga. Hanya saja produsen mainan baru melakukan pengurangan waktu kerja saja dari 2 shift jadi 1 shift dan sistem kerja bergantian 3 hari sekali.
Baca Juga: Prediksi Kurs Rupiah: Menuju Level Terburuk Sepanjang Masa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News