Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN tengah menjajaki sumber-sumber pasokan gas baru, termasuk alternatif pasokan dari regasifikasi LNG di tengah isu defisit pasokan gas pada 2025-2035.
Sekretaris Perusahaan PGN, Fajriyah Usman mengungkapkan, sejak Mei 2024, PGN mengoptimalkan pemanfaatan LNG domestik dari Kilang Tangguh, Donggi Senoro, dan Bontang untuk mengatasi keterbatasan pasokan gas, khususnya ke sektor kelistrikan dan industri strategis.
"Kami juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan regulator untuk memastikan integrasi pasokan dan infrastruktur gas untuk menjaga kesinambungan energi nasional," kata Fajriyah kepada Kontan, Jumat (2/5).
Fajriyah menerangkan, keterbatasan pasokan gas di wilayah Jawa bagian Barat dan Sumatera bagian Utara terutama disebabkan oleh kondisi penurunan produksi alamiah (natural decline) dari sejumlah lapangan gas utama yang selama ini menjadi tulang punggung pasokan gas PGN, seperti Blok Corridor dan PEP Pagardewa.
Baca Juga: Suplai Gas Pipa Berkurang, Harga Gas Regasifikasi LNG Mahal?
"Fokus kami tetap pada optimalisasi pemanfaatan gas bumi domestik, sebagai wujud dukungan terhadap ketahanan energi nasional. Namun, kami terbuka terhadap berbagai opsi penambahan pasokan di masa depan, sepanjang sejalan dengan kepentingan nasional dan keberlanjutan energi dalam negeri," pungkas Fajriyah.
Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa pada tahun 2026-2027 lifting atau produksi siap jual gas Indonesia bakal meningkat.
"Saya kemarin baru pulang dari Kalimantan mengecek, 2026-2027 lifting kita akan mulai naik. Ya 2025 ini kita belum ada impor gas kok," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (2/5).
Bahlil menambahkan, pada 2027 produksi gas bakal ada tambahan dari perusahaan migas asal Italia, ENI.
Saat ini ENI menyiapkan dua Proyek Strategis Nasional, yaitu Indonesia Deepwater Development (IDD) dengan cadangan 2,67 TCF gas dan 66 juta barel minyak, serta Geng North dengan cadangan 5,3 TCF gas. Investasinya pun signifikan yakni sebesar 3,7 miliar dolar AS untuk Southern Hub (IDD) dan 11,4 miliar dolar AS untuk Northern Hub.
Selain dari ENI, sumber tambahan gas dari perusahaan energi internasional dari Uni Emirat Arab (UEA) Mubadala Energy berencana mengembangkan eksplorasi cadangan gas pada proyek Tangkulo-1, Blok South Andaman yang berlokasi di Aceh.
Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), subholding gas PT Pertamina (Persero), memproyeksikan defisit pasokan gas akan meluas di sejumlah wilayah mulai 2025 hingga 2035.
Baca Juga: PGN Fokus Menuntaskan Proyek Strategis Gas Pipa Hingga LNG
Penurunan pasokan ini terjadi akibat menurunnya produksi dari sejumlah wilayah kerja migas tua tanpa diimbangi oleh temuan cadangan gas baru yang signifikan.
Direktur Utama PGN Arief S. Handoko mengatakan, defisit gas bumi akan mulai dirasakan di wilayah Jawa Barat dan Sumatra bagian utara mulai tahun depan. Kekurangan pasokan diperkirakan makin dalam pada 2028, khususnya di Sumatra Utara.
“Kalau kita lihat dari 2025 sampai 2035, cenderung terjadi short gas di Sumatra bagian utara dan tengah ini turun sejak 2028. Jadi kalau kita lihat sejak 2028 ke 2035 shortage sampai ke 96 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd),” kata Arief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Senin (28/4).
Tidak hanya itu, Arief bilang kekurangan pasokan gas bumi juga akan menjalar ke wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa bagian barat, dan Provinsi Lampung mulai 2035. Secara keseluruhan, PGN memperkirakan neraca gas nasional akan mengalami defisit yang terus meningkat hingga mencapai 513 MMscfd pada akhir 2035.
"Profil gas balance PGN periode 2025 sampai 2035 mengalami tren penurunan. Di sini yang akan sedikit lebih mengkhawatirkan di mana sejak 2025 short dari gas balance kita, dari 2025 sampai ke 2035 shortage-nya semakin membesar sampai minus 513 MMscfd," ujarnya.
Penyebab utama kondisi ini, menurut Arief, adalah menurunnya produksi dari lapangan-lapangan migas eksisting akibat penurunan alami (natural decline), sementara belum ada cadangan baru yang bisa menambal kekurangan tersebut secara signifikan.
“Ini dipengaruhi atau disebabkan utamanya karena penurunan natural atau natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” jelas Arief.
Baca Juga: Defisit Gas, Pemerintah Diminta Percepat Interkoneksi Jaringan & Infrastruktur LNG
Selanjutnya: Rekor, Arus Keluar Investor Global dari Pasar Saham AS ke Jepang dan Eropa
Menarik Dibaca: Ingin Dapat Dividen Rp 1.484? Kesempatan Beli Saham UNTR hingga 6 Mei 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News