kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   -33.000   -1,68%
  • USD/IDR 16.605   3,00   0,02%
  • IDX 6.767   17,72   0,26%
  • KOMPAS100 979   5,15   0,53%
  • LQ45 762   4,33   0,57%
  • ISSI 215   0,81   0,38%
  • IDX30 395   2,48   0,63%
  • IDXHIDIV20 471   1,18   0,25%
  • IDX80 111   0,53   0,48%
  • IDXV30 115   0,73   0,63%
  • IDXQ30 130   0,90   0,70%

Defisit Gas, Pemerintah Diminta Percepat Interkoneksi Jaringan & Infrastruktur LNG


Kamis, 01 Mei 2025 / 21:10 WIB
Defisit Gas, Pemerintah Diminta Percepat Interkoneksi Jaringan & Infrastruktur LNG
ILUSTRASI. Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) Arief Setiawan Handoko.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman krisis pasokan gas bumi nasional di depan mata. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), subholding gas PT Pertamina (Persero), memproyeksikan defisit pasokan gas akan meluas di sejumlah wilayah mulai 2025 hingga 2035.

Penurunan pasokan ini terjadi akibat menurunnya produksi dari sejumlah wilayah kerja migas tua tanpa diimbangi oleh temuan cadangan gas baru yang signifikan.

Direktur Utama PGN Arief S. Handoko mengatakan, defisit gas bumi akan mulai dirasakan di wilayah Jawa Barat dan Sumatra bagian utara mulai tahun depan. Kekurangan pasokan diperkirakan makin dalam pada 2028, khususnya di Sumatra Utara.

“Kalau kita lihat dari 2025 sampai 2035, cenderung terjadi short gas di Sumatra bagian utara dan tengah ini turun sejak 2028. Jadi kalau kita lihat sejak 2028 ke 2035 shortage sampai ke 96 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd),” kata Arief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Senin (28/4).

Baca Juga: Optimalkan FSRU Lampung, PGN Terima Pasokan LNG 130.000 M3 dari Bontang

Tidak hanya itu, Arief bilang kekurangan pasokan gas bumi juga akan menjalar ke wilayah Sumatra bagian selatan, Jawa bagian barat, dan Provinsi Lampung mulai 2035. Secara keseluruhan, PGN memperkirakan neraca gas nasional akan mengalami defisit yang terus meningkat hingga mencapai 513 MMscfd pada akhir 2035.

"Profil gas balance PGN periode 2025 sampai 2035 mengalami tren penurunan. Di sini yang akan sedikit lebih mengkhawatirkan di mana sejak 2025 short dari gas balance kita, dari 2025 sampai ke 2035 shortage-nya semakin membesar sampai minus 513 MMscfd," ujarnya.

Penyebab utama kondisi ini, menurut Arief, adalah menurunnya produksi dari lapangan-lapangan migas eksisting akibat penurunan alami (natural decline), sementara belum ada cadangan baru yang bisa menambal kekurangan tersebut secara signifikan.

“Ini dipengaruhi atau disebabkan utamanya karena penurunan natural atau natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” jelas Arief.

Baca Juga: Inpex Mulai Tahap Awal Desain Fasilitas LNG Darat untuk Proyek Abadi

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, terjadinya defisit gas karena meningkatnya konsumsi dalam negeri karena kurangnya perhitungan kebutuhan gas dalam negeri. Namun menurutnya, setelah dilakukan review seharusnya produksi gas diperuntukkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

“Sampai dengan hari ini tidak ada impor gas dan kami berusaha maksimal untuk tidak ada impor gas,“ kata Bahlil dalam keterangan resmi, Rabu (30/1).

Menurut Bahlil, tahun 2026 dan 2027 diperkirakan lifting  gas akan mengalami kenaikan. Karena itu, pada tahun 2026 , sebisa mungkin tidak ada impor gas,

“Terkecuali sudah sangat emergency banget, kita harus yakin bahwa yang dihasilkan dari dalam negeri bisa memenuhi dalam negeri kita,” katanya.

Di sisi lain, praktisi migas Hadi Ismoyo menilai defisit pasokan gas, khususnya di wilayah Jawa Barat dan Sumatra Utara, sudah menjadi tantangan yang mengakar. Di Jawa Barat, penurunan pasokan berasal dari lapangan-lapangan tua seperti PHE Offshore North West Java (ONWJ) dan PHE OSES yang sudah berproduksi sejak 1980-an.

“Lapangan-lapangan itu sudah alami natural declining. Sementara penemuan baru dari eksplorasi tidak signifikan. Demand gas terus naik, jadi defisit makin terasa,” kata Hadi kepada Kontan, Kamis (1/5).

Hal serupa juga terjadi di Sumatra Utara dan Aceh. Lapangan Gas Arun yang dulu menjadi andalan pasokan gas di wilayah tersebut, kini tidak mampu lagi menyuplai kebutuhan industri.

Meski demikian, Indonesia sebenarnya memiliki infrastruktur LNG yang bisa dioptimalkan. FSRU Nusantara Regas di Teluk Jakarta dan FSRU Arun di Aceh dapat dimanfaatkan untuk menambal defisit gas di wilayah masing-masing. FSRU tersebut mengolah gas cair (LNG) dari Bontang dan Tangguh untuk didistribusikan melalui jaringan pipa.

Namun, Hadi mencatat bahwa LNG memiliki harga lebih tinggi ketimbang gas pipa domestik, sehingga perlu strategi keekonomian yang matang.

Baca Juga: LNG Trading Jadi Bisnis Menjanjikan, PGN Raih Pendapatan US$ 3,8 Miliar di 2024

“Pasokan LNG masih tersedia dari Bontang dan Tangguh. Tapi yang harus dipastikan adalah keterhubungan jaringan pipa dari FSRU ke wilayah-wilayah defisit,” ujarnya.

Menurut Hadi, pemerintah perlu segera menyambungkan jaringan pipa Arun–Belawan dan membangun jalur tambahan ke kawasan industri Sei Semankai dan Dumai. Di Jawa, pembangunan proyek Cisem II (Gresik–Cirebon) juga harus dipercepat agar kelebihan pasokan di Jawa Timur bisa dikirim ke Jawa Barat.

“PGN bisa ditugaskan untuk proyek ini, didukung oleh Danantara. Kalau dimanage dengan baik, tetap bisa untung dan bantu jaga transisi energi nasional berbasis gas,” kata Hadi.

Lebih lanjut, pemerintah juga didorong untuk membuka opsi impor LNG dari negara lain seperti AS jika pasokan domestik dari Bontang dan Tangguh tidak mencukupi. Pembangunan FSRU tambahan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara juga menjadi solusi jangka panjang untuk menjamin ketahanan energi.

Tak hanya infrastruktur utama, Hadi menilai pentingnya pembangunan jaringan pipa distribusi ke kawasan industri dan pemukiman, termasuk sistem virtual pipeline untuk hotel, restoran, dan sektor komersial lainnya. 

Baca Juga: Sri Mulyani Mau Impor LNG dari Amerika Serikat, Bahlil Bilang Begini

Selanjutnya: Laba dan Pendapatan Midi Utama (MIDI) Kompak Naik pada Kuartal I-2025

Menarik Dibaca: Ini Peluang dan Tantangan dari Indonesia yang Mendapat Pengenaan Tarif Resiprokal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×