kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Demi Topang Program B40, Pemerintah Bakal Kerek Pungutan Ekspor CPO Jadi 10%


Jumat, 20 Desember 2024 / 18:31 WIB
Demi Topang Program B40, Pemerintah Bakal Kerek Pungutan Ekspor CPO Jadi 10%
ILUSTRASI. Pekerja menimbang berat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di salah satu kebun petani di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Jumat (17/02/2023). Pemerintah berencana menaikkan Pungutan Ekspor (PE) untuk CPO sebagai upaya untuk membiayai subsidi dalam kebijakan mandatori biodiesel B40.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menaikkan Pungutan Ekspor (PE) untuk Crude Palm Oil (CPO) sebagai upaya untuk membiayai subsidi dalam kebijakan mandatori biodiesel B40. 

Kebijakan ini akan mengharuskan campuran bahan bakar minyak (BBM) solar dengan 40% bahan bakar nabati berbasis minyak sawit. 

Rencana kenaikan ini akan dilaksanakan pada Januari 2025, bersamaan dengan implementasi B40.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa PE akan dinaikkan menjadi 10% untuk CPO, dengan volume pungutan hanya berlaku untuk CPO. 

Baca Juga: Ekspor Kelapa Bulat Marak, Pengamat Minta Pemerintah Segera Membuat Regulasi

Sumber pendanaan untuk subsidi biodiesel akan tetap berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang kini telah berubah nama menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). 

Airlangga juga menegaskan bahwa besaran PE akan tetap berada di angka 4,5% untuk hilir dan 10% untuk CPO.

"Pertama, kita naikin ke 10% (PE) dan volumenya untuk CPO saja," ungkap Airlangga saat ditemui di kantornya, Jumat (20/12).

Peningkatan tarif pungutan ekspor ini baru akan berlaku setelah diterbitkannya peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur perubahan tersebut. Sebelumnya, BPDPKS telah menerapkan PE sebesar 7,5% pada November 2024, lebih rendah dari sebelumnya yang mencapai 11%. 

Baca Juga: Biodiesel Dipacu, Utilitas Produksi Digenjot

Jika peraturan baru ini diberlakukan, persentase pungutan ekspor CPO akan kembali naik.

BPDP, melalui Kepala Divisi Perusahaan, Achmad Maulizal, menjelaskan bahwa rincian penerapan kenaikan persentase PE ini masih menunggu hasil rapat dengan stakeholder terkait. 

Sementara itu, Deputi bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Dida Gardera, memastikan bahwa dana BPDPKS masih cukup untuk mendukung pelaksanaan B40 hingga 2025.

Namun, dampak kenaikan PE ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kinerja ekspor CPO dan turunannya. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono, menyatakan bahwa peningkatan PE menjadi 10% dapat membuat ekspor CPO kurang kompetitif. 

Menurut perhitungannya, dengan PE sebesar 7,5%, beban yang ditanggung per ton CPO sekitar 130 dolar AS, sedangkan dengan kenaikan 10% menjadi sekitar US$ 140.

Eddy juga menyebutkan bahwa penurunan ekspor pada 2024, serta meningkatnya biaya untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), menjadi alasan di balik kebutuhan kenaikan tarif PE. 

Baca Juga: Program B40 Jadi Katalis Positif Emiten Sawit, Cermati Rekomendasi Sahamnya

Seiring dengan penurunan dana simpanan BPDPKS, Eddy memprediksi bahwa dana untuk subsidi biodiesel semakin terbatas, sehingga pemerintah perlu menaikkan tarif pungutan ekspor untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Selain itu, Dirut BPDPKS, Eddy Abdurrachman, sebelumnya juga mengungkapkan kekhawatiran terhadap menurunnya dana untuk subsidi biodiesel di masa depan. 

Ia memprediksi bahwa pada 2025, pendapatan BPDPKS dari pungutan ekspor CPO akan menurun, sehingga pembiayaan untuk program biodiesel akan semakin terhambat. Pada tahun ini, BPDPKS telah merevisi target pungutan ekspor dari semula Rp 27 triliun menjadi Rp 24 triliun.

Peningkatan PE ini terjadi di tengah menurunnya produksi dan ekspor CPO Indonesia. Gapki memprediksi produksi CPO dalam negeri pada 2024 akan turun sekitar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Data terbaru dari Gapki mencatatkan produksi CPO hingga September 2024 sebanyak 38,93 juta ton, turun 4,62% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini dipengaruhi oleh fenomena El Nino yang mengurangi produksi Tandan Buah Segar (TBS).

Baca Juga: Target Pungutan Ekspor Kelapa Sawit Turun jadi Rp 24 Triliun pada 2024

Dari sisi ekspor, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada November 2024, volume ekspor CPO dan turunannya hanya mencapai 1,91 juta ton, turun 18% dibandingkan Oktober 2024 yang mencapai 2,33 juta ton. 

Meski demikian, GAPKI tetap optimis bahwa volume ekspor sepanjang tahun 2024 dapat mencapai 30 juta ton, meskipun lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 32,21 juta ton. Eddy Martono berharap nilai ekspor tetap bisa mencapai sekitar 30 miliar dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×