Reporter: Muhammad Julian | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pentingnya optimalisasi sumber pangan lokal menjadi sorotan dalam perbincangan diskusi program Localise SDGs yang dilaksanakan oleh United Cities and Local Governments Asia Pacific (UCLG Aspac) bersama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APKESI), Sabtu (14/11).
Langkah ini dinilai bisa menjadi cara untuk mengatasi sistem logistik dan rantai pasok pangan yang terganggu akibat pandemi corona (covid-19).
Dalam diskusi yang diselenggarakan secara daring ini, Sekretaris Jenderal UCLG Aspac, Bernadia Irawati Tjandradewi menyoroti kemungkinan terjadinya kelebihan atau kekurangan komoditas pangan di sejumlah daerah akibat distribusi pangan yang belum merata di Indonesia.
Dalam hal ini, akar permasalahan dinilai datang dari logistik yang terganggu akibat pandemi serta perubahan iklim secara global. “Terganggunya sistem logistik pangan dan rantai pasok pangan menyebabkan masyaarkat kehilangan akses pangan,” ujar Bernadia sebagaimana dikutip dari siaran pers.
Baca Juga: RPP tentang kemudahan berusaha bagi proyek strategis nasional dalam penyusunan
Hadir di acara yang sama, Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi mengungkapkan bahwa indeks ketahanan pangan nasional sempat turun dari semula 44,10 menjadi 40,10 pada dua bulan pertama setelah pandemi merebak.
“Ada kekagetan dari masyarakat untuk mengurangi konsumsi pangan mereka. Tetapi kemudian terjadi peningkatan (pada) indeks ketahanan pangan kita dari April sampai Agustus,” terang Agung.
Dalam menyikapi kondisi tersebut, Agung menilai bahwa pemerintah daerah perlu berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan sejumlah pemangku kepentingan untuk mengupayakan pemanfaatan pangan lokal secara masif. Tentunya, hal ini bisa disesuaikan dengan kebudayaan pangan lokal daerah seperti ubi kayu, jagung, sagu, pisang, kentang, dan sorgum.
“Tiap-tiap provinsi terbiasa mengonsumsi komoditas karbohidrat non-beras tertentu. Kita tinggal mendorong bagaimana meningkatkan produksi komoditas ini dan mengolahnya sehingga bisa dikonsumsi secara masif,” tambah Agung.
Lebih lanjut, Agung menambahkan bahwa pemerintah menyadari akan adanya risiko terjadinya krisis pangan apabila pandemi berkepanjangan. Untuk itu, pemerintah telah mengambil beberapa upaya seperti misalnya dengan mengadakan program perluasan areal tanam baru seluas hampir 165.000 hektar di Provinsi Kalimantan Tengah guna meningkatkan ketersediaan pangan.
“Pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah, sebagai contoh, adalah untuk penambahan penambahan perluasan areal tanam baru. Luas areal tanam baru ini bisa untuk padi, jagung, bawang merah, dan cabai,” tutup Agung.
Baca Juga: Kementan harap sertifikasi penyuluh dapat tingkatkan produksi pertanian
Sementara itu, Ketua SDGs Network dari Institut Pertanian Bogor, Bayu Krisnamurthi menyampaikan bahwa ketergantungan pada impor akan membahayakan membahayakan bila krisis terjadi secara berkepanjangan.
“Kita harus berbasis pada local economic development, khususnya pada level desa dan lurah, serta memberikan dukungan kepada produsen lokal,” kata Bayu.
Sebagai solusi, Bayu menilai bahwa Indonesia dapat memiliki ketahanan pangan yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) kedua, yaitu untuk mengatasi permasalahan kelaparan, jika Indonesia memiliki sistem pangan berkelanjutan yang mengacu kepada kearifan budaya pangan lokal dengan penerapan secara terencana dan konsisten.
Bernadia menambahkan, pemerintah harus dapat memastikan akses masyarakat terhadap pangan tetap terjaga dengan mengendalikan distribusi dan logistik pangan serta menjaga stabilitas harga. Dalam upaya ini, kata Bernadia, pemerintah daerah juga perlu turut berperan aktif untuk menjaga ketahanan pangan di daerahnya masing-masing.
Baca Juga: Pengusaha minta pemerintah waspadai ketersediaan bahan pangan
Menurut Bernadia, pemanfaatan lahan oleh Pemerintah Kota Pariaman sebagai kebun tanaman dan kolam ikan bagi masyarakat dapat dijadikan sebagai salah satu contoh.
Bernadia juga bilang, terdapat 5 tantangan utama yang dihadapi pemerintah daerah selama pandemi, yaitu hambatan distribusi pangan antar daerah, nilai tukar petani yang menurun, perubahan pola pola harga pangan akibat “panic buying”, hambatan distribusi bibit dan pupuk karena pembatasan sosial, serta penurunan beberapa harga komoditas pertanian.
“Peran pemerintah ddaerah dalam menjaga ketahanan pangan dapat dilakukan melalui urban farming, diversifikasi pangan yang mengurangi ketergantungan pada beras, serta monitoring ketahanan pangan dan harga pangan daerah,” imbuh Bernadia.
Selanjutnya: Pengusaha minta pemerintah waspadai ketersediaan bahan pangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News