Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program mandatory biodiesel 30% (B30) kini menjadi tulang punggung penyerapan sawit di pasar domestik. Program ini menjadi semacam tameng bagi petani di tengah pelemahan pasar ekspor sawit.
Pasalnya, berkat program B30, harga tandan buah segar (TBS) milik petani terjaga dengan baik. Ekonom senior Raden Pardede menjelaskan, program B30 menyebabkan pasar CPO di dalam negeri meningkat.
Peningkatan pasar inilah yang memicu naiknya harga CPO di pasar domestik. Tak hanya harga CPO yang meningkat, TBS yang merupakan bahan baku CPO juga turut menikmati margin.
“Kebijakan B30 sangat membantu para petani sawit,” ujar ekonom senior Raden Pardede, Rabu (10/6).
Baca Juga: Hingga April 2020, produksi minyak sawit Indonesia capai 15,03 juta ton
Menurut Raden, seandainya saja Indonesia tidak menerapkan program B30, bisa dipastikan harga TBS dan CPO akan lebih rendah jika dibandingkan dengan harga yang terjadi saat ini.
Pasalnya, sebagian besar CPO diekspor ke luar negeri. Celakanya, permintaan dunia akan CPO saat ini dipastikan menurun. Hal ini bisa terjadi mengingat di saat pandemi Covid-19 ini perekonomian dunia lesu. Industri-industri yang menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit juga mengurangi produksinya.
Dampaknya, permintaan dunia akan minyak sawit juga menurun. Penurunan permintaan minyak sawit ini bisa dipastikan menekan harga TBS di tingkat petani. “Untung saja Indonesia ada program B30 sehingga penurunan permintaan minyak sawit tak terlalu signifikan,” papar Raden.
Jadi, lanjut Raden, pasar minyak sawit di dalam negeri ini harus tetap diamankan. Sebab, kalau tidak ada pasar minyak sawit dalam negeri yang besar, maka harga TBS dipastikan akan terjun bebas.
“Jadi sebenarnya program B30 merupakan kebijakan yang sangat baik, paling tidak untuk sementara waktu ini. Karena saya yakin tanpa ada Program B30, harga TBS dan CPO kita akan turun,” tegasnya.
Menurutnya, manfaat program B30 lainnya yakni menghemat devisa. Hasrat penambahan importasi solar dinilai tidak tepat kendati harga minyak mentah dunia saat ini sangat murah. Karena dengan mengimpor, tetap saja banyak devisa negara yang keluar.
Apalagi Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% pada 2030. Upaya yang dilakukan yakni dengan mengurangi penggunaan sumber energi fosil dan menggantinya dengan biodiesel yang merupakan renewable energy atau energi yang berkelanjutan.
Di kala pandemi Covid-19 ini, kata Raden Pardede, Indonesia harus memiliki lokomotif ekonomi yang mampu membangkitkan perekonomian nasional. Saat ini, hampir semua sektor ekonomi terpuruk.
Hanya sedikit sektor ekonomi yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19 ini, salah satunya perkebunan kelapa sawit beserta industri turunannya.
“Kita ingin ada lokomotif yang mampu membangkitkan perekonomian. Karena itu, industri ini harus dikembangkan agar Indonesia bisa menggeliat kembali,” katanya.
Program B30 di 2020 ini akan menggunakan biodisel sebanyak 9,59 juta kilo liter. Manfaat ekonomi dan sosial dari implementasi Program B30 akan menghemat devisa sebesar US$ 5,13 miliar atau setara dengan Rp 63,39 triliun. Hilirisasi CPO menjadi biodisel memberikan nilai tambah Rp 13,82 triliun.
Dengan program B30 ini akan mempertahankan tenaga kerja (petani sawit) di on farm sebanyak 1,2 juta orang dan di off farm sebanyak 9.005 orang. Selain itu juga akan mengurangi emisi GRK sebanyak 14,25 juta ton CO2.
Baca Juga: Pengembangan energi terbarukan tetap perlu dilakukan meski ada pandemi corona
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan program B30 turut terdampak pandemi virus corona (Covid-19). Target realisasi penyaluran biodiesel meleset.
Realisasi program B30 sampai 26 Mei 2020 baru 3,352 juta kiloliter. Angka tersebut baru 34,95% dari target tahun ini yang sebesar 9,6 juta kiloliter.
Program ini terkendala ketersediaan dana insentif biodiesel menyusul anjloknya harga minyak dunia di tengah wabah corona. Turunnya harga minyak itu turut menekan Harga Indeks Pasar (HIP) solar, sehingga membuat gap atau selisih dengan harga bahan baku biodiesel, yakni fatty acid methyl ester (Fame) menjadi kian besar.
Nah, selama ini, program B30 didukung pendanaan untuk menutup seluruh selisih harga solar dan biodiesel. Ini terjadi karena harga biodiesel cenderung lebih mahal dari solar. Dana tersebut diperoleh dari iuran para pengusaha kelapa sawit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News