Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri di sektor telekomunikasi menyoroti transformasi ekosistem bisnis, yang sejalan dengan penetrasi pengguna internet dan digitalisasi. Sejumlah asosiasi pun menanti peta jalan (roadmap) untuk menata industri digital di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif membeberkan peningkatan pengguna internet di Indonesia. Survei APJII tahun 2024 mencatat pengguna internet mencapai 221,56 juta atau mencapai tingkat penetrasi 79,5% dari populasi.
APJII belum merilis hasil survei terbaru. Tapi, Arif memberikan gambaran bahwa penetrasi pengguna internet diperkirakan naik ke level 80%-81%. Seiring penetrasi pengguna yang terus meningkat, pelaku usaha di bidang jasa internet dan infrastruktur digital pun terus menanjak.
Tergambar dari keanggotaan APJII yang sudah mencapai 1.290 anggota. Menurut Arif, jumlah itu akan terus bertambah. Pasalnya, saat ini sudah ada antrean izin sekitar 500 penyelenggara jasa di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Baca Juga: PLN Icon Plus Siap Berkolaborasi Dorong Pemerataan Akses Digital di Seluruh Indonesia
Arif menyarankan ada moratorium terlebih dulu. Sebab, peningkatan jumlah penyelenggara jasa internet dan infrastruktur digital perlu dibarengi dengan regulasi dan penataan ekosistem yang lebih baik. Arif pun mendesak adanya roadmap industri digital Indonesia.
"Sebenarnya sudah lama diskusi (untuk menyusun roadmap industri digital), cuman belum ketemu. Harus didiskusikan dengan seluruh stakeholders, bukan hanya di pemerintah, tapi juga dengan swasta. Perlu tata ulang, arahnya mau ke mana?" kata Arif dalam Indonesia Digital Forum (IDF) 2025, Kamis (15/5).
Roadmap industri digital ini juga penting untuk mempercepat pemerataan akses dan peningkatan kualitas infrastruktur digital di Indonesia. Arif memberikan gambaran, dari 1.290 anggota APJII, mayoritas hanya terkonsentrasi di 18 kota.
Alhasil, pembangunan infrastruktur digital di Indonesia belum merata dan lebih cenderung menumpuk di kota-kota besar. "Kalau lihat di jalanan, ada kesemrawutan infrastruktur. Ini karena kita nggak punya roadmap. Bergerak cepat, tapi kalau nggak diatur, kesemrawutan ini ujungnya bisa kesia-siaan investasi," ungkap Arif.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys turut menyoroti transformasi digital yang membawa dampak signifikan pada lanskap industri telekomunikasi. Berbeda dengan anggota APJII yang terus bertambah, anggota ATSI justru terus menurun.
Merza menggambarkan, ATSI memiliki 16 anggota pada tahun 2007. Dengan berbagai aksi merger & akuisisi serta dinamika industri, kini hanya tersisa empat operator telekomunikasi yang menjadi anggota ATSI.
"Operator telekomunikasi yang dulunya menguasai seluruh produk dan jasa, sekarang tidak lagi. Satu per satu hilang. Ada yang kemudian berpindah menjadi penyelenggara jasa dan bisnis digital," kata Merza.
Menurut Merza, perlu ada penataan regulasi hingga redefinisi pada sejumlah aspek di dalam industri telekomunikasi dan digital. Dia mencontohkan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, pelaku industri hanya dibagi menjadi dua, yaitu penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa.
Baca Juga: Telkomsat Dorong Transformasi Digital di Puskesmas Mayau Batang Dua, Maluku Utara
"Tidak ada itu penyelenggara digital. Padahal ini wujudnya sudah berubah menjadi industri besar dengan nama digital. Jadi perlu redefinisi, tata ulang, karena ekosistem telah berubah dan variannya bermacam-macam," terang Merza.
Penataan regulasi juga penting untuk menghadirkan industri digital yang berkeadilan. Memastikan setiap pelaku industri menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak sesuai porsinya. "Siapa yang melaksanakan kewajiban, dapat haknya. Jangan kewajibannya enggak mau, haknya mau," tegas Merza.
Lanjakan Nilai Ekonomi Digital
Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Komdigi, Raden Wijaya Kusumawardhana menanggapi bahwa pemerintah siap menampung masukan dari para pelaku industri. Raden bilang, saat ini Komdigi masih menyusun rencana strategis (renstra) untuk lima tahun ke depan.
Roadmap industri digital pun akan sejalan dengan renstra Komdigi tersebut. "Kami harapkan pada tahun ini sudah bisa terbit (roadmap industri digital) karena seiring dengan penyusunan rencana strategis Komdigi," kata Raden.
Raden bilang, pemerintah juga ingin mendorong iklim industri digital yang lebih sehat. Sebab, Gross Merchandise Value (GMV) ekonomi digital Indonesia terus mendaki dan memiliki nilai yang signifikan.
Raden membeberkan, nilai ekonomi digital Indonesia tumbuh 12,5% dari sekitar US$ 80 miliar pada 2023 menjadi US$ 90 miliar pada 2024. Jumlah ini setara dengan 34,22% dari nilai ekonomi digital di kawasan ASEAN sebesar US$ 263 miliar pada tahun lalu.
Adapun, penyumbang terbesar nilai ekonomi digital berasal dari e-commerce. Kontribusi e-commerce terhadap nilai ekonomi digital Indonesia mencapai 74% pada 2023 dan 72% sepanjang 2024.
Raden memperkirakan, nilai ekonomi digital Indonesia akan tumbuh cukup signifikan pada tahun 2025-2030. GMV nilai ekonomi digital diperkirakan akan naik sekitar 45% menjadi US$ 130 miliar pada tahun ini.
Sedangkan pada tahun 2030 GMV nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi bisa menembus US$ 200 miliar hingga US$ 360 miliar. Estimasi tersebut bisa dicapai jika Indonesia mampu memaksimalkan potensi pertumbuhan industri digital, termasuk dari berkembangnya Artificial Intelligence (AI).
Selanjutnya: Transaksi Judi Online Tembus Rp 6,2 Triliun pada Kuartal I-2025
Menarik Dibaca: Promo Guardian Super Hemat 15-28 Mei 2025, Tambah Rp 1.000 Dapat 2 Dove Sabun Cair
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News