CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.945   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.196   149,03   2,11%
  • KOMPAS100 1.099   26,87   2,51%
  • LQ45 869   25,52   3,02%
  • ISSI 220   3,58   1,65%
  • IDX30 445   13,29   3,08%
  • IDXHIDIV20 535   15,93   3,07%
  • IDX80 126   3,28   2,68%
  • IDXV30 128   1,76   1,39%
  • IDXQ30 148   4,07   2,83%

Ekspor Baja Meningkat 38,3%, Impor Baja Turun 10,2% Kuartal I-2024


Rabu, 22 Mei 2024 / 12:35 WIB
Ekspor Baja Meningkat 38,3%, Impor Baja Turun 10,2% Kuartal I-2024
ILUSTRASI. Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) mencatat kinerja ekspor dan impor produk baja dengan kode HS 72 dan 73 sepanjang kuartal I-2024 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.


Reporter: Vina Elvira | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) mencatat kinerja ekspor dan impor produk baja dengan kode HS 72 dan 73 sepanjang kuartal I-2024 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. 

Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk baja pada kurun waktu tersebut  meningkat 38,3% dari 3,81 juta ton menjadi 5,27 juta ton. Dari sisi impor juga terjadi perkembangan positif dimana volume impor turun dari 3,91 juta ton menjadi 3,51 juta ton atau turun sebesar 10,2%. 

Direktur Eksekutif IISIA Widodo Setiadharmaji mengatakan, perkembangan ini merupakan kelanjutan tren positif sepanjang kurun waktu 5 tahun terakhir (2019-2023). Ekspor baja terus tumbuh dari 5,99 juta ton pada tahun 2019 menjadi 18,19 juta ton pada tahun 2023 atau tumbuh sebesar 204%.

Sebaliknya, impor baja mengalami penurunan sebesar 10,2% dari 17 juta ton pada tahun 2019 menjadi 14,8 juta ton pada tahun 2023.

“Impor belum pernah mencapai level sebelum Covid-19 meskipun permintaan baja domestik terus mengalami pertumbuhan. Peningkatan kinerja ekspor dan impor ini akan berdampak pada peningkatan kinerja, khususnya perbaikan utilisasi kapasitas industri baja nasional,” kata Widodo dalam keterangannya, Rabu (22/5). 

Baca Juga: Krakatau Steel Mengakselerasi Transformasi Bisnis dan Operasionalnya

Perbaikan kinerja impor, khususnya penurunan volume impor produk baja, tak lepas dari dukungan kebijakan pengendalian impor yang dilakukan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. 

IISIA mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dalam melakukan pengendalian impor untuk mendukung penggunaan produk baja nasional bagi pemenuhan kebutuhan baja domestik. 

“Kebijakan pemerintah dalam pengendalian impor sangat diperlukan dalam menghadapi kondisi baja global yang mengalami kelebihan kapasitas, proteksionisme dan praktik perdagangan tidak adil,” imbuhnya. 

Widodo menjelaskan, berdasarkan laporan OECD, industri baja global mengalami kelebihan kapasitas hingga 625 juta ton dan diperkirakan akan terus bertambah dalam beberapa tahun ke depan. Di sisi lain, muncul kebijakan-kebijakan yang semakin protektif untuk melindungi industri baja dari masing-masing negara, khususnya negara-negara maju. 

Seperti Amerika Serikat (AS) yang telah mengenakan bea masuk untuk produk baja sebesar 25% sejak tahun 2018 dan terus berlaku hingga sekarang, bahkan tarif bea masuk ini berpotensi untuk dinaikkan lebih tinggi, khususnya untuk produk baja dari Tiongkok. 

Proteksi pemerintah AS ini masih ditambah lagi dengan kebijakan perlindungan dari praktik perdagangan tidak adil melalui  Anti Dumping (AD), Counterveiling Duty (CVD) dan Safeguards (SG) yang dilaksanakan secara masif. 

Langkah proteksi ini diperkirakan mengakibatkan tarif rata-rata impor produk baja ke AS mencapai 47,5%. 

Di samping AS, Uni Eropa (UE) juga memproteksi industri baja mereka melalui kebijakan AD, CVD dan SG serta segera memberlakukan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) sebagai instrumen baru dengan dalih perlindungan lingkungan. 

Baca Juga: Kinerja Emiten Baja Masih Berat, Simak Rekomendasi Sahamnya

Kebijakan yang sama juga diambil berbagai negara lainnya seperti; India, Kanada, Australia, Meksiko, Argentina, Brasil dan lainnya, termasuk negara-negara di kawasan ASEAN, dalam melindungi industri baja masing-masing melalui berbagai instrumen kebijakan pemerintah.

“Kelebihan kapasitas global, proteksionisme dan praktik perdagangan tidak adil akan menjadikan Indonesia sebagai sasaran impor dari negara lain jika tidak terdapat dukungan kebijakan yang memadai. Banjir impor merupakan momok yang menghantui dan mengancam keberlangsungan industri baja nasional,” kata Widodo. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×