Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah nampaknya masih menggantung kepastian izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI) yang habis sejak 25 Januari 2016 lalu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga kini keukueh tidak mengeluarkan surat rekomendasi ekspor ke produsen tembaga dan emas terbesar di Indonesia itu.
Pemerintah menegaskan Freeport tetap harus menyetorkan dana bukti kesungguhan untuk membangun smelter di Gresik, Jawa Timur senilai US$ 530 juta. Tanpa ada dana itu, pemerintah masih akan menahan ekspor Freeport.
Meski ekspor disetop, PT Freeport memastikan produksi di perusahaan ini tetap berjalan. "So far, produksi kami masih normal dan tidak ada dampak penghentian ekspor," kata Riza Pratama, Juru Bicara Freeport, Selasa (2/2).
Hingga kini, Freeport masih berunding dengan pemerintah atas izin ekspor, termasuk meminta pemerintah memberikan keringanan terhadap syarat menyetor dana untuk membangun smelter ini. Permintaan ini tertuang dalam surat untuk membalas surat dari Kementerian ESDM yang berisi syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan rekomendasi ekspor.
Menteri ESDM Sudirman Said membenarkan permintaan keringanan syarat dari PT Freeport Indonesia. "Itu proses normal dalam negosiasi," katanya, Selasa (2/2). Hanya, ia tak mengungkap apakah ESDM bersedia memberikan permintaan Freeport itu.
Yang jelas, untuk mendapatkan izin ekspor, Kementerian ESDM mensyaratkan kegiatan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Gresik, Jawa Timur minimal harus mencapai 30%. Adapun pembangunan smelter Freeport baru 14%..
Sudirman menegaskan, pemerintah tidak bermaksud menyetop kegiatan produksi PT Freeport Indonesia. Pemerintah hanya ingin memastikan bahwa kegiatan bisnis perusahaan global ini memberikan manfaat lebih besar bagi perekonomian Indonesia.
"Dengan habisnya izin ekspor konsentrat Freeport bukan berarti pemerintah menyetop. Kami tidak mau memutus bisnis apapun juga, karena sering saya ungkapkan, yang berkepentingan bukan hanya pemegang saham, tapi masyarakat maupun pekerja juga," tandasnya.
Pun demikian keengganan PT Freeport mengalokasikan dana belanja modal untuk membangun smeter ini lantaran perusahaan induk yakni Freeport McMoran sedang mengalami masa sulit.
Induk usaha Freeport Indonesia tahun lalu menelan kerugian US$ 12,24 miliar. Kerugian ini naik 835% dibandingkan dengan rugi 2014 sebesar US$ 1,32 miliar.
Perusahaan ini berharap, tahun ini tambang di Indonesia bisa menyumbang penjualan sebanyak 1,8 juta ons emas, dan 1,5 miliar ons tembaga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News