Reporter: Handoyo | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Petani dan eksportir sayur boleh menepuk dada tahun ini. Kinerja ekspor sayur nasional sepanjang sembilan bulan tahun ini cukup menggembirakan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor sayur-sayuran sepanjang Januari-September mencapai 119.476 ton. Jumlah ini naik drastis, yakni mencapai 125,51% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebanyak 52.979 ton.
Adapun nilai ekspor sayur pada sembilan bulan pertama tahun ini tersebut mencapai US$ 65,22 juta. Angka tersebut naik 23,1% dari periode sama pada 2010 yang sebesar US$ 52,97 juta.
Hasan Widjaja, Ketua Asosiasi Eksportir Sayuran dan Buah Indonesia (AESBI) mengatakan, cuaca yang mendukung menjadi penyebab suksesnya produksi dan ekspor sayur-sayuran tahun ini. "Banyak anggota kami mengatakan ada peningkatan ekspor mereka," kata Hasan kepada KONTAN, Selasa (8/11).
Beberapa jenis sayur yang mengalami kenaikan ekspor antara lain kol dan jagung manis. Negara tujuan utama ekspor sayuran ini adalah Malaysia dan Singapura. Sejak dua tahun terakhir, eksportir bahkan sudah menjajaki ekspor jagung manis ke Timur Tengah.
Serbuan kentang impor
Meski keseluruhan ekspor sayur meningkat, namun Hasan mencatat ada beberapa komoditas sayuran seperti kentang justru mengalami kemerosotan. Menurutnya, volume ekspor kentang pada periode sama turun 40% dibandingkan tahun lalu.
Serbuan kentang impor yang lebih murah dari kentang lokal menyebabkan petani kurang bersemangat menanam kentang. Akibatnya, ekspor kentang ikut menurun.
Memang, harga kentang impor cuma sepertiga dari harga kentang lokal. Jika harga kentang lokal berkisar Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram (kg), maka harga kentang impor hanya Rp 2.300 per kg.
Penyebab harga yang lebih murah tersebut karena produktifitas kentang di negara asal impor seperti India dan Pakistan lebih tinggi dibanding kentang lokal. Jika dalam 1 hektare (ha) lahan di Pakistan atau India bisa memproduksi 40 ton, di Indonesia hanya 20 ton per ha.
Hasan menilai, produktifitas kentang lokal kalah dengan kentang impor lantaran kualitas bibit yang masih rendah serta harga pupuk yang tinggi. Melihat kondisi ini, Hasan meminta pemerintah berperan aktif menyediakan bibit berkualitas serta pupuk dengan harga terjangkau.
"Dua faktor inilah yang mengakibatkan harga jual sayur Indonesia menjadi mahal," kata Hasan.
Meningkatnya ekspor dan harga sayur tentu turut mendongkrak penghasilan petani. Tengok saja, petani kol yang bisa menjual kol seharga Rp 1.500-Rp 2.000 per kg. Harga ini lebih tinggi 66,6%-87,5% dari harga pokok penjualan (HPP) kol yang sebesar Rp 800-Rp 1.200 per kg. "Cukup lumayan margin keuntungan petani," ungkap Hasan.
Suminto, Staf Pusat Data dan Informasi Pasar Induk Sayuran dan Buah Kramat Jati (PISBKJ) mengakui, setiap bulannya, harga sayuran naik sekitar Rp 200 per kg. "Namun lonjakan yang paling terasa adalah harga cabai," kata Suminto.
Catatan saja, rata-rata suplai sayur yang masuk ke PISBKJ mencapai 1.200 ton per hari. Namun pada Idul Adha kemarin, pasokan sayur mengalami penurunan 10,41% menjadi 1.075 ton.
Suminto mengatakan, penurunan suplai ini dikarenakan para petani menghentikan kegiatan berdagang dan memilih menunaikan ibadah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News