kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

FIPG Minta Pemerintah Gerak Cepat Hadapi Dampak Tarif Trump


Senin, 07 April 2025 / 17:44 WIB
FIPG Minta Pemerintah Gerak Cepat Hadapi Dampak Tarif Trump
ILUSTRASI. Kapal tanker bongkar muat bahan bakar minyak di Integrated Terminal Ampenan, Mataram, NTB, Rabu (8/1/2025). Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan pemerintah telah menyelesaikan seluruh target pembangunan penyalur program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga sebanyak 583 penyalur sepanjang 2017-2024 guna memberikan akses energi yang terjangkau bagi masyarakat.ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan menilai program ekonomi pemerintahan Indonesia belum menunjukkan dampak nyata dalam jangka pendek, padahal tekanan global akibat kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat (AS) mulai terasa.

“Program baru Pemerintah tampaknya baru bisa dirasakan dalam jangka menengah. Padahal ekonomi kita akan terdampak langsung, meski ekspor ke AS hanya sekitar 10%,” kata Yustinus dalam kepada Kontan, Senin (7/4).

Menurut Yustinus, pengurangan ekspor ke AS akibat lonjakan tarif hampir tak terelakkan. Respon Indonesia selama ini cenderung reaktif. Delegasi tingkat tinggi yang dikirim ke Washington dinilai terlambat, apalagi di tengah kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir.

“Seolah hubungan perdagangan RI-AS berjalan seperti biasa, padahal dinamika global sudah berubah sangat cepat,” tambahnya.

Baca Juga: Kebijakan Tarif Trump Dikhawatirkan Berdampak Serius Terhadap Industri di Indonesia

Tarif tinggi AS yang memicu potensi perang dagang global, lanjut Yustinus, berisiko menyebabkan pengalihan arus ekspor ke negara-negara lain, termasuk ke Indonesia. Hal ini perlu diantisipasi serius agar industri dalam negeri tidak hanya menjadi pasar limpahan dari gejolak ekonomi global.

“Geopolitik dan perang dagang negara-negara besar akan menghimpit negara kecil, seperti peribahasa gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah,” ujarnya.

Ia menyoroti pemborosan anggaran global untuk belanja militer dan perang siber yang dinilai tidak produktif dan menggerus dana untuk kebutuhan riil masyarakat.

Yustinus juga mengingatkan cuaca ekstrem dan bencana alam akibat perubahan iklim akan memperburuk kondisi ekonomi global.

“Kelangkaan makanan dan kenaikan harga akan menjadi konsekuensi logis dari krisis iklim yang sedang berlangsung,” tegasnya.

Baca Juga: Negosiasi Tarif dengan Trump, Pemerintah Bakal Naikkan Impor Gandum dan Migas dari AS

Meski beberapa negara besar seperti Uni Eropa, Tiongkok, dan Jepang mulai melakukan mitigasi dengan membangun ketahanan nasional, ia mengingatkan bahwa Indonesia belum menunjukkan langkah konkret.

“Kalau kita hanya responsif, tapi tidak mengambil tindakan strategis sesegera mungkin, maka dampak negatifnya akan lebih panjang dan lebih dalam bagi perekonomian nasional," pungkasnya.

Baca Juga: Tarif Impor AS Mencekik! Prabowo Ajukan Negosiasi Resmi dengan USTR

Selanjutnya: 9 Tips Frugal Living Jaman Dulu yang Masih Relevan di Tahun 2025, Apa Saja?

Menarik Dibaca: Mengulik Manfaat Daun Kersen untuk Diabetes yang Jarang Diketahui

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×