Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan menilai program ekonomi pemerintahan Indonesia belum menunjukkan dampak nyata dalam jangka pendek, padahal tekanan global akibat kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat (AS) mulai terasa.
“Program baru Pemerintah tampaknya baru bisa dirasakan dalam jangka menengah. Padahal ekonomi kita akan terdampak langsung, meski ekspor ke AS hanya sekitar 10%,” kata Yustinus dalam kepada Kontan, Senin (7/4).
Menurut Yustinus, pengurangan ekspor ke AS akibat lonjakan tarif hampir tak terelakkan. Respon Indonesia selama ini cenderung reaktif. Delegasi tingkat tinggi yang dikirim ke Washington dinilai terlambat, apalagi di tengah kekosongan posisi Duta Besar RI untuk AS yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir.
“Seolah hubungan perdagangan RI-AS berjalan seperti biasa, padahal dinamika global sudah berubah sangat cepat,” tambahnya.
Baca Juga: Kebijakan Tarif Trump Dikhawatirkan Berdampak Serius Terhadap Industri di Indonesia
Tarif tinggi AS yang memicu potensi perang dagang global, lanjut Yustinus, berisiko menyebabkan pengalihan arus ekspor ke negara-negara lain, termasuk ke Indonesia. Hal ini perlu diantisipasi serius agar industri dalam negeri tidak hanya menjadi pasar limpahan dari gejolak ekonomi global.
“Geopolitik dan perang dagang negara-negara besar akan menghimpit negara kecil, seperti peribahasa gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah,” ujarnya.
Ia menyoroti pemborosan anggaran global untuk belanja militer dan perang siber yang dinilai tidak produktif dan menggerus dana untuk kebutuhan riil masyarakat.
Yustinus juga mengingatkan cuaca ekstrem dan bencana alam akibat perubahan iklim akan memperburuk kondisi ekonomi global.
“Kelangkaan makanan dan kenaikan harga akan menjadi konsekuensi logis dari krisis iklim yang sedang berlangsung,” tegasnya.
Baca Juga: Negosiasi Tarif dengan Trump, Pemerintah Bakal Naikkan Impor Gandum dan Migas dari AS
Meski beberapa negara besar seperti Uni Eropa, Tiongkok, dan Jepang mulai melakukan mitigasi dengan membangun ketahanan nasional, ia mengingatkan bahwa Indonesia belum menunjukkan langkah konkret.
“Kalau kita hanya responsif, tapi tidak mengambil tindakan strategis sesegera mungkin, maka dampak negatifnya akan lebih panjang dan lebih dalam bagi perekonomian nasional," pungkasnya.
Baca Juga: Tarif Impor AS Mencekik! Prabowo Ajukan Negosiasi Resmi dengan USTR
Selanjutnya: 9 Tips Frugal Living Jaman Dulu yang Masih Relevan di Tahun 2025, Apa Saja?
Menarik Dibaca: Mengulik Manfaat Daun Kersen untuk Diabetes yang Jarang Diketahui
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News