kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga gas turun, DPR dorong pemerintah beri insentif bagi badan usaha hilir gas bumi


Jumat, 17 April 2020 / 06:53 WIB
Harga gas turun, DPR dorong pemerintah beri insentif bagi badan usaha hilir gas bumi
ILUSTRASI. Harga gas industri turun menjadi US$ 6 per MMBTU.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan harga gas bumi sebesar US$ 6 per Millions British Thermal Units (MMBTU) bagi tujuh sektor dan untuk kebutuhan kelistrikan PLN. Penetapan harga gas US$ 6 per MMBTU itu tentu menjadi angin segar bagi industri di tengah kondisi pandemi virus corona seperti saat ini.

Penurunan harga gas tersebut berdasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016, yang telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 8 Tahun 2020 tentang Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Namun, Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta pemerintah bertindak lebih cermat supaya penurunan harga gas tersebut tidak merugikan sebagian pihak, khususnya badan usaha hilir gas bumi. Untuk itu, sejumlah anggota Komisi VI pun mendorong pemerintah agar bisa memberikan insentif bagi badan usaha hilir gas terkait kebijakan ini.

Baca Juga: Meski siap, PGN akui tak mudah terapkan harga gas industri US$ 6 per mmbtu

Menurut anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengatakan, pemerintah telah mengandalkan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memberikan stimulus perekonomian dalam menghadapi wabah virus corona. Sektor yang diandalkan pemerintah untuk memberi stimulus ialah BUMN energi, yakni PT PLN (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (PGN), dan PT Pertamina (Persero).

Herman melihat, pemerintah juga mesti memperhatikan kondisi perusahaan BUMN di tengah tekanan pandemi yang juga turut membebani BUMN energi. Dengan penurunan harga gas bumi menjadi US$ 6 per MMBTU, Herman menilai pemerintah perlu memberikan insentif atau kompensasi kepada PGN.

Apalagi, pemerintah masih mengandalkan perusahaan yang memiliki kode saham PGAS tersebut dalam penyaluran gas bumi untuk berbagai keperluan serta membangun berbagai infrastrukturnya.

Terlebih, PGN yang berstatus sebagai perusahaan terbuka sehingga menurutnya pemerintah perlu berhati-hati agar kebijakan ini tidak membuat investor kabur dan berujung kerugian bagi perusahaan.

"Kalau pemerintah memberikan penugasan ini, harus juga disiapkan kompensasi. Jadi boleh ambil buahnya, tapi jangan tebang pohonya. Kita harus membuat proteksi, harus back up juga mereka agar tetap survive," katanya dalam rapat virtual Komisi VI, Kamis (16/4).

Baca Juga: Jika konsumsi gas industri terus turun, Perusahaan Gas Negara (PGAS) bisa merugi

Sementara menurut Anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir, penerapan harga gas bumi menjadi US$ 6 per MMBTU juga mesti memikirkan keekonomian pembangunan infrastruktur gas. Sebab kondisi geografis Indonesia yang beragam membuat pembangunan infrastruktur gas membutuhkan investasi yang besar dan beragam.

"Kalau itu jalan, apakah masuk secara keekonomian dengan menghitung hambatan geografis untuk memasang peralatan transmisi gas," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya pun menekankan penurunan harga gas menjadi US$ 6 per MMBTU ini perlu memperhatikan keberlanjutan usaha, aspek tata kelola, keekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara. Ia pun meminta Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN untuk berkoordinasi dalam mengevaluasi hal tersebut.

"Komisi VI DPR RI akan meminta Kementerian BUMN berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap deviden, penerimaan negara dari pajak serta pelaksanaan tanggung jawab sosial kepada masyarakat," kata Gde.

Pasalnya, agar pelanggan industri bisa menikmati harga gas sebesar US$ 6 per MMBtu, maka harus ada penurunan harga gas di sektor hulu menjadi sekitar US$ 4—US$ 4,5 per MMBtu. Kemudian diikuti oleh biaya penyaluran distribusi gas sekitar US$ 1,5—US$ 2 per MMBtu.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama PGN Gigih Prakoso. Namun, pada kenyataannya, PGAS, anggota indeks Kompas100 ini, masih harus membutuhkan biaya penyaluran distribusi di kisaran US$ 2,6—US$ 3,2 per MMBtu.

Baca Juga: Konsumsi gas meningkat, PGN (PGAS) jamin pasokan gas di Semarang dan Blora aman

Oleh sebab itu, PGAS berupaya mengajukan berbagai usulan kompensasi dan insentif kepada pemerintah. Gigih bilang, pihaknya telah mengusulkan adanya insentif untuk badan usaha yang bergerak di sektor hilir gas bumi, namun hal tersebut masih dalam pembahasan mendalam.

“Kami harapkan dukungan dari pemerintah, termasuk bagaimana dengan mekanisme insentif ini,” kata Gigih.

Manajemen PGAS juga mengusulkan agar perusahaan ini bisa memperoleh kompensasi penyaluran gas ke sektor industri dalam bentuk penggantian biaya dari pemerintah. Hal ini seperti yang didapatkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina (Persero) ketika menyalurkan subsidi listrik dan BBM.

“Kalau masalah seperti ini tidak clear, kami sulit mempertahankan nilai ekonomi penjualan gas bumi,” ungkap Gigih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×