kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harum aroma wine coffee mulai pikat petani


Selasa, 29 Oktober 2019 / 20:27 WIB
Harum aroma wine coffee mulai pikat petani
ILUSTRASI. Wangi aroma wine coffee mulai dijajal petani


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kopi seperti tak pernah habis dibahas baik rasa, budidaya maupun bisnisnya. Tanaman kopi yang bersifat higrokopis membuat tiap daerah memiliki sendiri kopi khasnya. Proses menyangrai atau memasak kopi juga salah satu faktor yang membedakan rasa tiap kopi.

Yang akrab di masyarakat adalah proses kopi natural, semi-wash, full wash, dan honey process. Namun ternyata ada satu proses kopi yang unik dan mulai digemari pecinta kopi yaitu wine coffee.

Melekat pada kata wine pasti akan tertuju pada aroma anggur terfermentasi. Hampir sama dengan proses pembuatan wine hanya saja buah cherry merah kopi yang difermentasi usai dipanen.

Baca Juga: Sejumlah pelaku usaha perkebunan menaruh harapan pada mentan yang baru

Salah satu petani yang menghasilkan produk wine coffee adalah Yudiyanto bersama kelompok tani di Wonosobo dengan brand Kopi Anggrung. Ia mulai mengenal adanya wine coffee dan mempelajari pembuatannya sejak 2010 lalu.

Wine Coffee Kopi Anggrung menggunakan jenis kopi arabica yang memiliki keunikan terdapat aroma tembakau di setiap biji kopinya lantaran wilayah Wonosono, Temanggung memang dikenal sebagai penghasil tembakau.

Untuk membuat wine coffee, Yudi menjelaskan diperlukan buah kopi yang matang sempurna namun tidak terlalu tua. Ia memiliki dua metode fermentasi buah kopi. Metode pertama proses pembuatannya memerlukan waktu sekitar tujuh hari fermentasi buah kopi. Selama fermentasi buah kopi tadi harus dibolak balik agar fermentasi merata.

"Cuci dulu baru dianginkan, habis itu dimasukkan ke plastik dengan ukuran misal 5 sampai 10 kilogram per plastik. Setelah itu kantong berisi buah kopi belum dikupas tadi ditutup, nah itu proses fermentasi," jelas Yudi.

Baca Juga: Peluang sedang dari kopi kekinian dan roti bun

Usai metode pertama buah kopi difermentasi di dalam kantong plastik selama kurang lebih tujuh hari. Metode kedua adalah kopi dikeluarkan dan dijemur selama dua jam pada pukul 07.00 - 09.00 pagi lalu dibungkus kembali ke dalam kantong selama enam hari dan dibolak-balik seperti metode pertama.

Fermentasi buah kopi dilakukan hingga warna merah kopi menjadi keputihan. Usai warna kulit buah berubah maka dilakukan proses roasting seperti umumnya kopi.

"Segi rasa wine coffee seperti ada alkohol tapi bukan alkohol, aromanyalah seperti wine, karena fermentasi tadi, bau anggur begitulah seperti wine," kata Yudi.

Saban tahun rata-rata panen kopi di kelompok tani Yudi sekitar 1,5 ton digunakan untuk wine coffee dari total tanaman sekitar 20.000 batang pohon yang sudah produksi. Ada 35 petani dalam satu kelompok tani yang menyetor di Kopi Anggrung.

Baca Juga: MAPB Masih Mengandalkan Kontribusi Starbucks

Produksi wine coffee Kopi Anggrung tepatnya Desa Reco, Dusun Anggrunggondok, Wonosobo Jawa Tengah. Produksi wine coffee Yudi memang melihat permintaan pasar.

Harga wine coffee di Kopi Anggrung dibandrol Rp 50.000 sampai Rp 70.000 per ons. Produk wine coffee milik Kopi Anggrung berupa biji kopi yang sudah disangrai dan siap seduh.

Untuk penjualan produknya Yudi sudah memanfaatkan ecommerce selain penjualan langsung di Rumah Kopi Anggrung Wonosobo. Saban bulannya ia mampu menjual wine coffee kira-kira sampai 50 kilogram.

"Penjualan dominan wine coffee, model pesan banyak misal ada yang pesan lima kilogram ada tujuh kilogram, kita banyak pesenan kebetulan ini permintaan wine terus naik," jelas Yudi.

Baca Juga: Mari kembali seruput harum laba dari kopi kekinian

Tak hanya orang Indonesia yang tertarik mencicip wine coffee, banyak warga negara asing seperti Amerika, Scotlandia disebut Yudi yang memesan padanya.

Tawaran ekspor juga banyak berdatangan untuk Kopi Anggrung seperti ke Australia dan Belanda namun Yudi masih belum berani menyanggupinya.

"Kebutuhan dalam negeri masih sering kurang itulah kenapa saya belum berani ekspor. Tapi tawaran banyak buat ekspor, jadi sekarang paling ya orang asing pesan aja," sambung Yudi.

Belum terpenuhinya permintaan domestik disebut Yudi merupakan efek dari tantangan yang ia dan kelompok tani rasakan saat ini. Bagaimana mengajak masyarakat untuk tertarik membudidayakan kopi menjadi tantangan saat ini.

Baca Juga: Pertarungan Pebisnis Ritel di Gerai Coffee Shop

Di Temanggung misalnya Yudi berharap banyak petani tembakau yang dapat menerapkan metode tumpang sari untuk tanaman kopi dan tembakau.

Dengan begitu ia menyebut petani akan ada pemasukan tambahan selain tembakau. Melihat ceruk peminat kopi yang tinggi saat ini Yudi ingin pada petani tembakau atau masyarakat dapat terjun ke budidaya kopi. Sehingga permintaan kopi di domestik yang terus naik dapat terpenuhi bahkan mampu capai ekspor.

"Kita sekarang harus bicara soal budidaya, sebelum capai ekspor. Itu yang kami sedang lakukan, bagaimana ajak masyarakat ikut budidaya kopi," terang Yudi.

Petani yang memproduksi wine coffee lainnya datang dari tanah Samosir, Sumatera Utara, yaitu Marulam Sinaga. Mengusung brand Pardosir, Marulam memiliki metode yang sama dalam memproses biji kopi wine. uniknya ia menginovasikan satu produk dari wine coffee buatannya.

Baca Juga: Berharap berjodoh dengan cuan Kalijodo Coffee

Jika Yudi hanya memfermentasi buah kopi sebelum diroasting, maka Marulam juga melakukan fermentasi saat kopi sudah diseduh. Ia menginovasi dengan memfermentasi kembali wine coffee yang sudah diseduh.

"Ada pengaruh budidaya, panen, pasca panen. Yang difermentasi itu ceri atau buah kopi yang merah benar, matang sempurna. Kopi kadang merah tapi gulanya ngga banyak yang ada di kulitnya, itu kenapa harus yang merah sempurna," jelas Marulam.

Marulam mengkombinasi cara menyangrai kopi untuk menghasilkan wine coffee yang aroma dan rasanya mirip wine.

Baca Juga: Gandeng Java Mountain Coffee, Investree garap green financing

"Jadi kalau buat roasting medium light itu rasanya wine lebih terasa kalau kencangi sedikit lebih item roastingnya maka lebih kuat di aroma. Harus kombinasi aroma dan rasa. Pinter-pinter kita kombinasi saat proses roasting," jelas Marulam.

Usai proses fermentasi layaknya wine coffee milik Yudi, metode selanjutnya yaitu Marulam memfermentasi lagi kopi wine yang sudah diseduh. Ada penambahan gula dan sedikit ragi di produksi wine coffee siap minum ala Marulam.

"Buat 10 liter contoh, pertama satu kilo gula, bulan pertama tambah lagi gula, tiap bulan harus kasih gula, sesuai dengan selera kita," sambung Marulam. Untuk capai rasa wine yang nikmat minimal butuh lima bulan proses fermentasi.

Baca Juga: Diduga Mengandung Pestisida, Kopi Indonesia Masih Aman

Namun Marulam belum memasarkan produk wine coffee siap minum miliknya. Ia hanya membuat terbatas untuk disajikan kepada penikmat kopi yang datang ke kedainya.

"Memang tidak buat banyak, karena tidak fokus untuk jual saat ini hanya buat pecinta kopi aja, wine hanya buat diminum di kedai saja, yang kita jual pack itu semi wash Rp 125.000 per kilogram," jelasnya.

Satu botol kecil ukuran sekitar 220 ml biasanya dihargai Marulam Rp 50.000. Kembali ia menyebut ia tak memproduksi masal wine coffee siap minum tersebut. Namun Marulam sangat terbuka jika ada yang berminat belajar membuat wine coffee dengannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×