Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Singgih pun memberikan catatan, dengan jumlah pelaku usaha pertambangan batubara yang sangat banyak, pengendalian produksi justru dibutuhkan. Dari sisi pengendalian produksi, bisa dimulai dari sektor hulu, seperti dengan luasan pertambangan yang diberikan setelah mempertimbangkan sejumlah hal di atas.
"Seperti luasan yang diberikan setelah mempertimbangkan operasi penambangan yang dapat dikerjakan dengan kaidah good mining practice, target produksi perusahaan dan total produksi nasional," pungkas Singgih.
Sebagai informasi, Arutmin sendiri sebelumnya berstatus sebagai pemegang PKP2B yang masa kontraknya sudah berakhir pada 1 November 2020.
Baca Juga: Arutmin Indonesia diberi IUPK hingga 2030, wilayah tambangnya diciutkan 40,1%
Lalu, pada 2 November 2020, pemerintah melalui Menteri ESDM telah memberikan perpanjangan izin operasi 10 tahun pertama, sehingga status Arutmin kini berubah menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian.
Arutmin bisa melanjutkan operasi selama 10 tahun ke depan, lalu bisa diperpanjang untuk 10 tahun berikutnya. Merujuk pada Pasal 169 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba), Arutmin bisa mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 tahun, dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Perusahaan batubara yang terafiliasi dengan Bakrie Group itu memiliki tambang yang berlokasi di Satui, Senakin, Batulicin, dan Asam-asam, Kalimantan Selatan dengan luas mencapai 57.107 hektare (ha). Dengan penciutan 40,1% maka wilayah konsesi Arutmin berkurang sekitar 22.900 ha. Dengan begitu, luas wilayah konsesinya kini tinggal sekitar 34.207 ha.
Selanjutnya: Arutmin kantongi IUPK dan perpanjangan operasi 10 tahun, begini kata bos BUMI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News