Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menduga realisasi pembangunan jargas yang berjalan lambat terjadi karena program ini tidak lagi dibiayai oleh APBN 2 tahun belakangan.
“Dana APBN jargas dialihkan untuk membangun infrastruktur pipa ruas Cisem (cirebon-semarang). Akibatnya, upaya untuk mengejar target jargas ini jalan di tempat,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/10).
Menurut Mulyanto, skema KPBU bisa menjadi opsi yang masuk akal untuk mengejar target pembangunan jargas seraya tetap menjaga pengeluaran APBN yang optimal.
Ini dengan catatan bahwa harga gas alam per satuan volume untuk pengguna keluarga ditetapkan di angka yang cukup menarik dibanding harga gas LPG non subsidi.
Terlebih, jika harganya bisa ditetapkan mendekati harga gas melon 3 kg bersubsidi. Sebab, menurut Mulyanto, pangsa jargas yang mengarah pada keluarga menengah atas yang jumlahnya terbatas lantaran harganya yang masih kurang menarik bagi masyarakat secara umum.
“Selain itu (sebaiknya) dengan harga tersebut (harga yang menarik ke pengguna) masih tetap ada margin yang menarik bagi penyalur gas alam. Kombinasi peningkatan di sisi supply dan demand ini diperkirakan dapat mendorong pencapaian target jargas tersebut,” terang Mulyanto.
Baca Juga: Pemanfaatan Jargas untuk Tekan Impor LPG Mendapat Dukungan Dewan Energi Nasional
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menilai bahwa lambatnya realisasi proyek jargas terjadi karena masalah keekonomian proyek. Biang keroknya 2: volume kebutuhan yang kecil serta harga yang boleh jadi belum menarik dalam hitungan bisnis.
“Jargas ini kan seringkali investasinya lebih besar dibanding besar dibanding potensi marginnya karena volumenya enggak terlalu besar, apalagi ditambah dengan harganya yang masih belum keekonomian” kata Komaidi saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (13/10).
Oleh karenanya, Komaidi menilai bahwa intervensi pemerintah diperlukan untuk menyukseskan proyek jargas.
“Kalau ada intervensi jaminan dari pemerintah melalui APBN harusnya sih lebih baik atau potensinya lebih bisa jalan. tapi kalau diserahkan ke B2B kayaknya lama, karena kan memang marginnya enggak begitu signifikan,” terang Komaidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News