kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 -0,95%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri FMCG menyisir peluang lewat saluran penjualan online


Selasa, 19 Mei 2020 / 18:47 WIB
Industri FMCG menyisir peluang lewat saluran penjualan online
ILUSTRASI. Warga berbelanja di sebuah Pasar Swalayan . ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fast moving consumer goods (FMCG) di mana salah satunya adalah makanan dan minuman rupanya cukup terkena dampak COVID-19. Walau sektor ini sangat dibutuhkan masyarakat, rupanya tetap ada penurunan konsumsi di kuartal pertama 2020.

"Konsumsi rumah tangga turun 5,02% ke 2,84% selama Q1, dengan 44% berasal dari kontribusi makanan dan minuman. Padahal pengeluaran per kapita masyarakat kita 50% nya untuk pangan, dengan porsi pangan olahan mencapai 17%," ungkap Ketua Umum Gabungan Makanan & Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman saat webinar Markplus, Selasa (19/5).

Baca Juga: Langgar peraturan Gubernur DKI, sebanyak 205 perusahaan ditutup

Maka tidak heran ada koreksi prediksi pertumbuhan industri makanan dan minuman di mana tahun lalu mencapai 7,97%. Adhi memprediksi selama 2020 hanya akan tumbuh empat sampai lima persen saja, dari prediksi awal 8%.

Hal tersebut juga diamini oleh CEO Kalbe Farma Vidjongtius. Ia melihat efek pada kuartal pertama belum akan terasa dan baru akan terasa di kuartal kedua. Tidak hanya konsumsi masyarakat, tetapi juga supply produk FMCG ke Indonesia.

"Supply dari China, India, sampai Eropa tersendat. Mereka pasti mengutamakan kebutuhan dalam negeri dulu, baru ekspor. Padahal permintaan sendiri naik dua sampai tiga kali lipat di masa COVID-19, terutama produk berkaitan kesehatan. Yang biasanya stok empat sampai enam bulan, sekarang habisnya cepat sekali," ungkap Vidjongtius.

Selain penurunan konsumsi, terjadi juga pergeseran kebiasaan konsumen. Menurut Adhi Lukman, kini masyarakat lebih aware terhadap makanan organik. Channel penjualan juga mulai bergeser online. Plus karena kondisi darurat COVID-19, masyarakat juga mulai aware untuk menabung. Lalu terkait brand, di mana sekarang masyarakat tampak lebih peduli kepada fungsi dibanding nama produk.

Baca Juga: Simak upaya BNI Multifinance mempertahankan bisnis di tengah pandemi

Ini menjadi perhatian bagi Founder & Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya, "Dengan kondisi seperti ini, mempertahankan brand adalah tantangan. Brand harus adaptif terhadap berbagai kondisi, termasuk COVID-19. Sekarang brand harus cepat switch ke platform online. Kalau tidak bisa adaptasi akan ditinggal konsumen," ungkap pakar marketing tersebut.

Tetap Ada Peningkatan

Namun tidak semua sektor makanan dan minuman menurun. Ada beberapa jenis yang rupanya meningkat karena tren work from home, seperti susu, bumbu, sampai tepung. Sama seperti halnya makanan pelengkap seperti snack.

Lama di rumah membuat masyarakat membutuhkan snack untuk menemani berbagai kegiatan work from home. Marketing Director Mayora Indah Awin Sirait menyatakan produk-produk Mayora di awal-awal masa COVID-19 masih tumbuh positif.

"Setidaknya sampai pertengahan April. Setelah itu terutama memasuki masa puasa cukup menantang. Karena kami berprinsip festive season seharusnya dimanfaatkan untuk tumbuh. Artinya kalau tumbuh harus servicing, bukan surviving," ujar Awin.

Baca Juga: Aktivitas luar rumah berkurang, transaksi digital kian marak

Itu juga yang dilakukan Mayora. Mereka saat ini fokus mengkomunikasikan produk dengan cara relevan. Biasanya disampaikan dari sisi emosional, kini produk Mayora dikomunikasikan dari sisi fungsi, terutama dengan mengedepankan fungsi kesehatannya.

Selain itu faktor kenyang juga menjadi faktor yang diutamakan dalam komunikasi produk. Plus dengan menurunnya traffic konsumen ke toko-toko, channel seperti e-commerce menjadi andalan. 

Namun walau gerai offline mulai jarang dikunjungi, convenience store rupanya masih diminati masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Melansir data regional, President Commisioner Otsuka Indonesia Harry Bagyo menyatakan bahwa toko kecil nan modern tersebut kian menjadi pilihan masyarakat membeli kebutuhan sehari-hari.

Faktor jarak yang dekat dari rumah menjadi pemicu. "Padahal kalau dibanding supermarket atau whole sale, harganya jauh lebih mahal. Namun dengan kondisi saat peningkatannya terasa sampai 47 persen untuk kawasan regional," tutup Harry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×