kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri onderdil masih wait and see untuk produksi baterai mobil listrik


Jumat, 03 Agustus 2018 / 18:08 WIB
Industri onderdil masih wait and see untuk produksi baterai mobil listrik
ILUSTRASI. Mobil listrik


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peralihan dari mobil berbahan bakar minyak menuju energi listrik tampaknya tak lengkap jika industri onderdil dalam negeri belum siap. Salah satu onderdil yang disoroti ialah baterai lithium untuk kendaraan listrik.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pernah menyebut bahwa investor China dan Perancis tertarik membangun pabrik baterai lithium di Halmahera Utara, Maluku Utara, yang nantinya akan digunakan sebagai sumber energi kendaraan listrik.

Pada tahap awal, kerja sama investor China dan Perancis itu akan menggelontorkan lima miliar dolar untuk pembangunan pabrik baterai lithium.

Kabarnya investor China tersebut pada tahap pertama bersedia menggelontorkan dana US$ 5 miliar. Pemerintah menilai masuknya investor tersebut diharapkan dapat mendorong pengembangan mobil listrik di Indonesia.

Sebab pengembangan mobil listrik masih terkendala oleh pasokan baterai yang masih harus diimpor. Padahal, bahan baku baterai lithium berupa nikel dan kobalt melimpah di dalam negeri.

Apakah dengan adanya investasi tersebut industri onderdil dalam negeri bakal bergegas menyusul produksi khusus kebutuhan kendaraan listrik?

Hamdani Zulkarnaen Salim, Ketua Umum Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mengatakan ada teknologi produksi yang berbeda antara mobil listrik dengan mobil berbahan bakar konvensional.

Hal ini tentu akan mempengaruhi lini produksi pabrikan yang ada. "Battery mobil listrik itu beda dengan battery lead acid sekarang baik secara teknologi dan proses pembuatannya," komentar Hamdani kepada Kontan.co.id, Jumat (3/8).

Mengenai kesediaan memproduksi dan potensi baterai jenis tersebut, Hamdani yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) ini enggan berspekulasi lebih jauh.

Kalau soal pasar, katanya, tentu mengacu pada permintaan yang ada saat itu. "Saya tidak tahu. Tentunya sesuai supply demand, kalau ada demand ya pasti ada supply," ujarnya.

Dari segi bisnis, AUTO mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 10,55% pada kuartal I-2018 menjadi sebesar Rp 3,83 triliun di sepanjang kuartal I-2018.

Namun secara laba, perseroan turun 1,07% ke angka Rp 147,5 miliar. Hamdhani, mengatakan, penurunan laba ini disebabkan oleh kenaikan empat bahan baku utama AUTO.

Sementara itu, tantangan untuk mengembangkan baterai mobil listrik juga datang dari kesiapan para pelaku industri komponen kecil dan menengah.

Wan fauzi, sekjen Perhimpunan Industri Kecil dan menengah Komponen Otomotif (PIKKO) mengatakan bahwa banyak anggotanya tengah mempertanyakan kecenderungan jenis komponen yang akan digunakan.

Diakui Wan, industri belum penuh dalam mengatasi kebutuhan komponen otomotif listrik, namun pabrikan bakal menyesuaikan secara bertahap. Ditengah kondisi seperti ini, bisnis komponen masih dibayangi mahalnya harga bahan baku.

Dengan pelemahan rupiah, material komponen yang mayoritas didapatkan dari impor menjadi mahal. "Bisa dibilang 80% kami masih impor," ujar Wan. 

Sementara naiknya harga material belum diimbangi dengan kenaikan harga produk. "Bisa dibilang 80%-90% ongkos produksi dari material, maka untuk dapat margin 5% saja sudah untung," sebut Wan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×