Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan perjanjian kerja sama komprehensif Indonesia dan Uni-Eropa (IEU-CEPA) menjadi perhatian bagi industri manufaktur berorientasi ekspor. Tak terkecuali bagi industri sarung tangan.
Presiden AS Donald Trump menurunkan pengenaan tarif untuk produk asal Indonesia dari 32% menjadi 19%. Sementara itu, pemerintah Indonesia berupaya mempercepat terjadinya kesepakatan IEU-CEPA, yang diharapkan dapat membuka peluang bisnis yang lebih luas.
Presiden Direktur PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) Ridwan Goh melihat penurunan tarif resiprokal AS bisa membawa sentimen positif bagi industri sarung tangan Indonesia.
Meski produksi cetakan sarung tangan MARK tidak terdampak secara langsung, tapi kebijakan ini berpeluang meningkatkan daya saing produk Indonesia dibandingkan negara lain yang masih dikenakan tarif tinggi.
Baca Juga: Simak Dampak Tarif Resiprokal AS dan IEU-CEPA Bagi Industri Tekstil Nasional
MARK mengandalkan pasar ekspor untuk menopang kinerja penjualan. Berkaca dari kinerja kuartal I-2025, MARK mengantongi penjualan ekspor sebesar Rp 173,80 miliar atau setara 85,60% dari total penjualan MARK selama tiga bulan pertama 2025 sebesar Rp 203,03 miliar.
Ridwan mengungkapkan, mayoritas penjualan ekspor MARK ditujukan ke kawasan Asia seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan China. Negara-negara tersebut merupakan basis utama industri sarung tangan global, yang menjadi pelanggan utama produk cetakan MARK.
Produsen sarung tangan lainnya, PT Haloni Jane Tbk (HALO) sedang gencar memperluas penjualan ekspor. Pada kuartal I-2025, kontribusi ekspor melonjak signifikan sebesar 1.168,70% (yoy) dari Rp 1,31 miliar menjadi Rp 16,62 miliar.
Penjualan ke pasar ekspor setara dengan 32,51% dari total penjualan HALO sebesar Rp 51,11 miliar pada kuartal I-2025.
Direktur Haloni Jane, Taufan Kurniawan mengungkapkan saat ini ekspor HALO lebih dominan kepada negara-negara di luar AS, yakni ke Amerika Latin terutama Brazil, Uni Emirat Arab dan Korea Selatan.
Baca Juga: Terbebani Tarif AS 32%, Industri Tekstil dan Alas Kaki Terancam PHK Massal
Meski begitu, HALO menyambut positif adanya penurunan tarif resiprokal dari AS.
"Penurunan tarif resiprokal akan membantu HALO serta pelaku usaha lainnya di Indonesia untuk dapat bersaing dengan negara-negara Asia lainnya," ungkap Taufan kepada Kontan.co.id, Senin (21/7).
Sementara itu, PT Maja Agung Latexindo Tbk (SURI) menjadikan AS sebagai pasar ekspor utama dengan kontribusi sekitar 90%. Dus, SURI berharap penurunan tarif resiprokal AS dari 32% menjadi 19% bisa membawa dampak positif.
Direktur Maja Agung Latexindo, Engel Stefan menyampaikan optimisme SURI untuk tetap bertahan, bahkan merambah pangsa pasar meski dengan adanya tarif resiprokal.
Baca Juga: Penundaan Revisi Permendag 8/2024 Dikhawatirkan Berdampak pada Industri Tekstil
Engel memproyeksikan kebijakan tarif resiprokal ini tidak berdampak signifikan terhadap ekspor SURI ke AS.
"SURI telah lebih dari 30 tahun secara konsisten melakukan ekspor ke AS, dan selama itu kami mampu menjaga kepercayaan konsumen dan terus melakukan ekspansi pasar di AS," ungkap Engel.