kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ini alasan bisnis properti rawan kasus suap


Rabu, 24 Oktober 2018 / 21:16 WIB
Ini alasan bisnis properti rawan kasus suap
ILUSTRASI. Aktivitas pekerja proyek pembangunan Meikarta


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Banyak kasus suap terjadi dalam pengembangan proyek-proyek properti. Teranyar, publik dikejutkan dengan ditangkapnya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus suap perizinan mega proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. 

Kasus tersebut juga melibatkan Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro serta Kepala Dinas PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludi. Lalu apa yang menyebabkan bisnis properti ini rawan jadi ladang korupsi? 

Sekretaris Jenderal DPP Real Estate Indonesia (REI), Totok Lusida mengatakan, banyaknya kasus-kasus suap yang melibatkan pengembang karena sistem perizinan yang sangat complicated alias ruwet. "Pengusaha butuh kepastian, tetapi regulator tidak bisa memberikan kepastian itu karena sistemnya tersebut," jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/10).

Menurut Totok, perizinanan pengembangan proyek properti yang paling complicated ada di proyek highrise building. Pembangunan proyek-proyek seperti apartemen dan gedung bertingkat lainnya membutuhkan proses perizinan yangpanjang dan berbelit-belit.

Totok berharap sistem perizinan online terpadu atau submission system (OSS) yang diluncutkan oleh pemerintah pusat bisa mengurangi kasus-kasus suap. Sistem ini akan menghidari tatap muka antara pemohon izin dan regulator sehingga mencegah terjadinya praktik korupsi.

"OSS memang baru dibentuk dan kesiapan pelaksaaannya baru sekitar 80%. Dua bulan ke depan sudah full terlaksana. Ini belum 100% karena memang ada daerah yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga mereka minta dilakukan perbedaan persyarakatan. Jika dua bulan lagi sudah full terealisasi maka pejabat tidak akan ketemu lagi dengan pengembang," jelas Totok.

Memang setelah OSS tersebut diterapkan penuh, masih akan ada tatap muka antara jasa konsultan dengan pemerintah seperti kosultan arsitek, amdal lalin dan lain-lain. Totok mengatakan, konsultan - konsultan ini perlu disederhanakan agar proses perizinan itu bisa lebih ringkas.

"Kalau suatu wilayah sudah ditentukan sebagai wilayah rumah susun atau mall, pasti sudah dikaji dulu oleh pemda setempat sebelumnya dan untuk mengkaji itu pasti sudah dikeluarkan fee jasa konsultan yang berasal dari APBD. Nah selanjutnya tidak perlu lalgi ada konsultan Amdal-lalin jika gedung akan dibangun. Tinggal dikeluarkan aja izinnya bahwa area itu sudah memenuhi untuk komersial misalnya dan pengembang tinggal membayar ke negara biaya konsultan yang dulu sudah dikeluarkan pemda," jelas Totok mencontohkan.

Sementara Theresia Rustandi, Sekretaris Perusahaan Intiland menegaskan, kepastian hukum sangat penting bagi developer karena dana investasi yang dikeluarkan tidak sedikit dan juga melibat banyak investor lainnya."Masalah kepercayaan menjadi taruhan." katanya.

Oleh karena itu, Theresia meminta agara pemerintah memiliki mindset dan komitmen dalam memberikan kepastian hukum tersebut. Sebab satu developer saja kena masalah maka seluruh industri properti akan terkena dampaknya. Padahal properti adalah bisnis jangka panjang yang sarat dengan kepercyaa dan komitmen.

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Eddy Ganefo juga mengakuis, jika bisnis properti memang rentan terhadap kasus suap. Hal tersebut menurutnya disebabkan karena adanya peluang yang terjadi dilapangan

“Baik dari pemerintah dan pengembang sama-sama saling memanfaatkan, bagi pemberi izin mereka kerap memanfaatkan posisi dengan mempersulit pembuatan perizinan sementara dari pihak pengembang mereka ingin agar masalah perizinan cepat selesai agar proses pembangunan cepat berlangsung,” kata Eddy.

Eddy mengatakan, sebenarnya dalam aturannya waktu untuk membuat perizinan tidaklah lama. Ia mengambil contoh untuk pembuat perizinan IMB, waktunya dibutuhkan hanya satu bulan, namun jika tidak ada uang tambahan, bisa-bisa proses pembuatannya bisa memakan waktu hingga satu tahun.

“Kondisi ini lah yang terkadang akhirnya membuat pengembang harus mengeluarkan biaya khusus untuk menyuap pihak-pihak tertentu agar proyek mereka bisa tetap berjalan," kata Eddy.

Eddy mengatakan, seharusnya pengembang untuk menahan diri untuk menggunakan “jalur khusus” untuk membuat perizinan. Biarkan waktu lebih lama, namun lebih aman dan tidak melanggar hukum. Dirinya berharap, pemerintah dan pengusaha properti ke depan bisa menghilangkan mental curang agar industri properti bisa berjalan dengan lancar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×