Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. PT Indika Energy Tbk (INDY) terus bersulih diri. Emiten batubara ini terus memantapkan diri untuk mentransformasikan perusahaan ke bisnis berkelanjutan atau suistanable energy.
Targetnya, pada tahun 2025, INDY bisa menyeimbangkan porsi bisnisnya yakni bisnis batubara dengan bisnis berkelanjutan masing masing 50%.
Transformasi terus dilakukan Indika dengan aneka lini bisnis baru ke arah energi berkelanjutan.
Jika sebelumnya, INDY kental dengan bisnis di tiga sektor, yaitu sumber daya energi (eksplorasi lapangan untuk sumber daya, produksi, dan perdagangan batubara), jasa energi (jasa kontrak penambangan batu bara dan EPC di minyak & gas), serta infrastruktur energi (pembangkit listrik tenaga batubara), INDY kini mengubah portfolio bisnis dengan berkonsentrasi ke energi berkelanjutan.
Baca Juga: Buyback Obligasi, Indika Energy (INDY) Agresif Menurunkan Tingkat Utang
Lima sektor non batubara yang digenjot. Pertama bisnis logistik dan infrastruktur antara lain dengan bisnis aset logistik, jasa EPC, infrastruktur, penyimpanan bahan bakar.
Lewat bisnis jasa logistik, INDY melalui Interport membangun dan mengoperasikan terminal penyimpanan bahan bakar secara eksklusif untuk ExxonMobil di Balikpapan, Kariangau, Kalimantan Timur. Kapasitas penyimpanan (storage) bahan bakar ini sebanyak 96 juta liter.
Beroperasi sejak November 2020. Kontribusi EBITDA bisnis ini mencapai US$ 12 juta - US$ 18 juta per tahun.
Vice President Director and Group Chief Executive Officer (CEO) of Indika Energy Azis Armand kepada KONTAN dalam kunjungan ke New Delhi ke patner bisnisnya Fourth Partner Energy mengatakan, kontrak kerja sama pengoperasian terminal bahan bakar ini selama 20 tahun.
Pada tahun 2025 mendatang, ExxonMobil memiliki opsi untuk mengeksekusi kepemilikan di terminal itu. “Itu opsi yang bisa diambil, bisa diambil atau tidak di tangan Exxon, “ jelas Azis.
Baca Juga: Raih Pendanaan Baru, Anak Usaha Indika Energy (INDY) Ngebut di Bisnis PLTS
Kedua, INDY juga mengembangkan proyek infrastruktur strategis yaitu dengan menjadi operator pelabuhan dengan layanan rantai pasokan terintegrasi pertama di Indonesia yakni di Pelabuhan Patimban.
Lewat Indika Logistic & Support Services (ILSS) bersama anggota konsorium lain seperti CT Corp Infrastruktur Indonesia, PT U Connectivity Services, dan PT Terminal Petikemas Surabaya, INDY saat ini memiliki 29% saham di perusahaan yang mengoperasikan Pelabuhan Patimban.
Lewat skema proyek procure-operate-transfer, konsorsium tersebut memegang konsesi selama 40 tahun yakni mulai 2021-2061 di Pelabuhan Patimban.
Pelabuhan Patimban memiliki kapasitas sebanyak 3,75 juta TEU untuk terminal kontainer dan 600.000 CBU untuk terminal mobil. Saat ini, terminal tersebut baru terpakai dengan kapasitas sebesar 218.000 CBU.
Beroperasi akhir 2021, Azis menyebut utilisasi terminal tersebut masih didominasi untuk otomotif khususnya mobil.
“Harapan kami, Patimban akan segera menjadi terminal kontainer seiring dengan membaiknya kinerja ekspor dan impor Indonesia yang selama ini mayoritas berkonsentrasi di Tanjung Priok,” sebut Azis.
Ketiga, di bisnis mineral, INDY melalui Nusantara Resources juga mengempit bisnis emas di lapangan Awak Mas, Sulawesi Selatan.
Berjarak 220 km dari Makassar, sumber daya Awak Mas mencapai 2,29 juta ounce dan potensi cadangan 1,45 juta ounce. “Tahun depan akan kita bangun dengan target akan produksi di tahun 2025,” ujar Azis.
Saat ini Nusantara Resources memiliki area konsesi sebesar 14.390 ha, dan area tereksplorasi kurang lebih baru 2.000 ha.
Keempat, INDY juga mengembangkan sayap di pembangkit surya.INDY bermitra dengan Fourth Partner Energy mendirikan perusahaan tenaga surya terintegrasi bernama Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS) dengan kepemilikan saham sebesar 51%.
Baca Juga: Kideco Meraih Gold Rank Dalam Asia Sustainability Reporting Rating 2022
Targetnya, EMITS akan terus mencuatkan panel tenaga surya sebesar 500 MW (capex & opex) pada tahun 2025. Adapun saat ini, EMITS sudah mengempit kontrak sebesar 40 MW.
“Sepanjang tahun ini, realisasi kontrak bisa sampai 50 MW,” imbuh Yovie Priadi, President Director and CEO EMITS kepada Kontan.
Realisasi kontrak ini meleset dari target 80 MW-100 MW lantaran proyek dedieselisasi pembangkit Perusahaan Listrik Negara (PLN) yakni Jawa Madura dan Kalimantan yang diundur BUMN sentrum itu menjadi tahun 2023.
Kelima, INDY juga merangsek bisnis kendaraan listrik lewat PT Ilectra Mobil Group: ALVA Mereka siap ikut bermain bisnis kendaraan listrik roda dua di Indonesia, termasuk industri baterai dan infrastruktur kelak. ¬¬
INDY bahkan telah meneken MoU bersama dengan PT Industri Baterai Indonesia (IBC), Hon Hai Precision Co Ltd (Foxconn), dan Gogoro Inc untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia.
Presiden Direktur Ilectra Purbaja Pantja menambahkan sepanjang tahun 2022, Electra mampu menjual motor sampai empat digit. “Sekitar 1.000 unit, Alva sudah terjual hingga Desember ini,” ujar Purbaya yang juga Grup Chief Invesment Officer INDY.
Memiliki pabrik perakitan di Cikarang seluas 17.600 meter per segi, INDY saat ini mengoperasikan satu line pabrik dengan kapasitas 100.000 unit Alva per tahun. Seiring dengan kenaikan permintaan motor listrik, pabrik perakitan tersebut akan mengoperasikan seluruh pabrik perakitan tiga line.
Baca Juga: Indika Energy (INDY) Membalikkan Kerugian Disokong Harga Batubara
Membanderol harga Alva dengan harga sekitar 35 juta, motor listrik dengan tenaga baterai 2,7 Kwhi ini memiliki waktu pengisian selama 4 jam dengan jarak tempuh 70 Km.
Untuk mendukung rencana ekspansi pabrik, Purbaya menyebut Ilectra Mobil Group baru saja mendapat pendanaan sebesar US$ 10 juta dari Standart Chartered Bank.
“Fasilitas pembiayaan ini merupakan bagian dari komitmen kami dalam bisnis suistanable energy karena 90% pendapatan Ilectra ramah lingkungan,” sebut Purbaya.
Keenam, INDY melalui Indika Multi Properti juga tercatat memiliki konsesi hutan tanaman industri lebih dari 170.000 hektare (Ha) dari empat konsesi hutan. INDY akan mengembangkan wood pellet untuk biomass dan carbon offset berbahan kayu dari pohon Kaliandra.
“Pohon ini memiliki masa tanam dan siap panen sampai 1,5 tahun, relative cepat untuk wood pallet,” sebut Azis ke KONTAN. Akhir tahun 2023, INDY sudah akan menghasilkan wood pallet.
Target output tahunan pada 2025 untuk biomass dari wood pellets sebanyak 650-700 Ktons, sedangkan carbon offset 550-600 Ktons CO2e. Sebut Azis, permintaan wood pellet terus mendaki utamanya untuk pasar ekspor seperti Jepang dan Korea Selatan.
Meski kontribusi batubara masih mayoritas, Azis menyebut INDY akan terus menyeimbangkan portfolio bisnisnya ke usaha yang ramah lingkungan. Masih enggan menyebut raihan kinerja sepanjang tahun 2022, Azis yakin kinerja INDY masih sesuai target.
Hingga kuartal III 2022, INDY membukukan laba bersih US$ 338,4 juta. Laba bersih ini terpantik dari raihan pendapatan US$ 3,13 miliar atau meningkat 57,2% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: Indika Energy (INDY) Siap Ikuti Ketentuan BLU Batubara
Peningkatan pendapatan terutama dari anak usaha INDY, yakni Kideco Jaya Agung yang mencatatkan pendapatan US$ 2,21 miliar, naik 49,1% secara yoy.
Lalu dari Interport Mandiri Utama (IMU) dengan kenaikan pendapatan 17,2% menjadi US$ 25,4 juta karena peningkatan volume terminal penyimpanan bahan bakar menjadi 17,3 kilo barel per day (kbd) dibandingkan dengan 14,0 kbd di periode yang sama tahun lalu.
Sementara pendapatan Tripatra juga meningkat 41,5% menjadi US$ 219,4 juta dibandingkan US$ 155,1 juta pada periode yang sama tahun 2021. Pendapatan dari proyek BP Tangguh menjadi US$ 190,6 juta dan proyek baru seperti Star Energy Geothermal Salak dan Cabott menjadi sumber utama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News