Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) dirancang untuk memberikan insentif kepada badan usaha yang berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim dan penurunan emisi karbon.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi.
"Semua badan usaha yang melakukan mitigasi iklim dan penurunan emisi akan mendapatkan insentif melalui nilai ekonomi karbon. Pasal terkait ini sudah disepakati," ujar Eniya di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (17/12).
Baca Juga: BKPM Tawarkan Investasi di Sektor Energi Baru Terbarukan ke Investor Eropa
Langkah mitigasi yang dimaksud mencakup berbagai aktivitas, seperti pemasangan panel surya atap hingga efisiensi energi. Namun, menurut Eniya, implementasi insentif tersebut membutuhkan peraturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen).
RUU EBET juga diharapkan mendorong percepatan investasi di sektor energi hijau, termasuk pengembangan industri hidrogen. "Banyak investor menunggu regulasi ini sebagai dasar investasi hijau," tambah Eniya.
Meski demikian, pembahasan RUU ini terkesan mandek. RUU EBET telah diinisiasi DPR RI sejak 2018 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024, namun hingga kini belum ada perkembangan berarti.
Indonesia menargetkan investasi energi bersih sebesar US$ 1,23 miliar pada 2024. Namun, hingga semester pertama 2024, realisasi investasi subsektor Energi Baru Terbarukan (EBT) baru mencapai US$ 580 juta atau 46,8% dari target.
Baca Juga: RUU EBET Urung Disahkan, Picu Ketidakpastian Iklim Investasi
Eniya menyebut belum ada pembahasan lanjutan dengan DPR terkait RUU tersebut sejak pergantian kabinet. "Itu kan tulisannya carry over, tapi sampai sekarang belum ada tindak lanjut. Kalau bisa, segera dibahas," ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI sekaligus Anggota Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, memperkirakan RUU EBET akan selesai pada Februari 2025. Namun, salah satu substansi yang masih menjadi perdebatan adalah skema Pemanfaatan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) atau Power Wheeling.
Melalui skema ini, perusahaan swasta atau Independent Power Producers (IPP) dapat membangun pembangkit listrik dan menjual daya langsung kepada pelanggan rumah tangga maupun industri.
Baca Juga: Hampir Rampung, RUU EBET Menanti Kesepakatan Sewa Jaringan
Meski begitu, penyelesaian RUU EBET tetap menjadi langkah penting bagi Indonesia untuk mencapai target transisi energi dan pengurangan emisi karbon.
Selanjutnya: PT SMI Salurkan Pembiayaan USD 23,3 juta kepada PT NTBE, Dukung Proyek Energi Bersih
Menarik Dibaca: Yogyakarta Hujan Ringan Mulai Sore, Pantau Prakiraan Cuaca Besok di DIY
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News