Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi investasi sektor mineral dan batubara (minerba) ditaksir bakal meleset target. Menjelang akhir Agustus ini, investasi di bidang tambang tercatat masih mini, bahkan di bawah 30% dari target tahun 2020 yang dipatok sekitar US$ 7,75 miliar.
Merujuk pada data Minerba One Data (MODI) Ditjen Minerba Kementerian ESDM, hingga 23 Agustus 2020 realisasi investasi baru mencapai US$ 2,1 miliar. Angka itu baru setara dengan 27,1% dari target investasi minerba sebesar US$ 7,749 miliar.
Staff Khusus Menteri ESDM bidang percepatan tata kelola minerba, Irwandy Arief mengungkapkan, pandemi covid-19 sudah berdampak terhadap realisasi investasi di sektor tambang sejak bulan Mei lalu. Hingga akhir tahun, dia menaksir realisasi investasi akan turun sekitar 20% dari target yang dipatok tahun ini.
"Sampai akhir tahun diperkirakan akan berkurang sekitar 20% di hampir semua sektor," ujar Irwandy saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (23/8).
Baca Juga: ESDM: Aturan pemanfaatan tanah jarang tak ada IUPK dan wajib diolah dalam negeri
Dia memprediksikan, realisasi investasi tahun ini bisa lebih mini ketimbang capaian di tahun 2019 lalu. Penyebab utamanya adalah gejolak di pasar komoditas yang membuat harga sebagian barang tambang merosot.
Pasar dan harga batubara anjlok. Begitu juga sejumlah komoditas mineral seperti tembaga, perak, timah dan nikel, meski beberapa waktu belakangan harganya mulai membaik. Tercatat hanya emas yang harganya terjaga, bahkan mengalami lonjakan.
"(Investasi 2020) mungkin kurang dari realisasi 2019. Sebagian besar komoditas minerba terkena dampak ini, penurunan harga dan permintaan juga menurun," sebut Irwandy.
Sebagai gambaran, dalam dua tahun terakhir realisasi investasi minerba selalu lebih tinggi dari target. Pada tahun 2019 misalnya, realisasi investasi minerba mencapai US$ 6,50 miliar melebihi target yang ditetapkan sebesar US$ 6,17 miliar.
Investasi tahun lalu didominasi dari izin usaha jasa pertambangan (39%), investasi prasarana dan mesin (30%), aktiva tidak berwujud (13%), dan lainnya yang mencakup bangunan, kapal, kendaraan dan alat-alat sebesar 18%.
Baca Juga: Asosiasi penambang keluhkan harga jual bijih nikel yang tak sesuai HPM
Selain pasar dan harga yang tertekan, pandemi covid-19 juga membuat pengerjaan proyek pertambangan menjadi terhambat. Khususnya dalam hal proyek hilirisasi atau smelter. "Hampir semua proyek di tambang terhambat, termasuk smelter karena barang dan material terlambat masuk ke proyek. Konsultan dan tenaga kerja juga terhambat masuk karena covid-19," jelas Irwandy.
Merujuk pada pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, sebagai konsekuensi dari adanya proyek yang tertunda, investasi di lini pembangunan smelter pun bakal bergeser. Ada dua kemungkinan yang disimulasikan pemerintah.
Pertama, jika pandemi Covid-19 selesai pada pertengahan tahun ini, maka investasi pada proyek smelter diperkirakan hanya akan terealisasi di angka US$ 1,9 miliar atau sekitar 50% dari target.
Kedua, jika Covid-19 berlanjut hingga akhir tahun, maka rencana investasi smelter di tahun ini akan bergeser ke tahun 2021 mendatang.
Adapun, rencana investasi smelter di tahun ini sebenarnya mencapai US$ 3,76 miliar, jauh di atas realisasi investasi smelter tahun lalu yang berada di angka US$ 1,41 miliar.
Baca Juga: Harga komoditas tertekan, simak rekomendasi saham emiten batubara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News