Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mematok kuota gas melon atau Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg pada 2026 sebanyak 8,31 juta ton atau dengan nilai subsidi sebesar Rp 80,3 triliun.
Meski begitu, dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR, Rabu (3/9/2025), Sekretaris Jenderal (Sekjen) ESDM, Dadan Kusdiana menyebut pihaknya masih membuka peluang penambahan kuota LPG tahun depan.
Sebagai gambaran, untuk tahun 2025, berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah telah menetapkan kuota LPG 3 kilogram sebanyak 8,17 juta metrik ton. Angka tersebut naik sekitar 140 ribu ton dibandingkan dengan tahun 2024.
Artinya, jika dibandingkan kuota LPG 3 kg tahun 2026, naik sebesar 140 ribu ton dibandingkan prognosa kuota sepanjang 2025.
"Prognosis kami (konsumsi LPG) pada 2025 di angka 8,17 - 8,3 juta ton. 8 (juta ton) kurang secara angka, tapi ada rencana kombinasi antara Jaringan Gas (Jargas) dan memastikan tepat sasaran," ungkap Dadan.
Asal tahu saja, kebutuhan LPG Indonesia mayoritas masih dipenuhi melalui impor. Kebanyakan dari Amerika Serikat (AS), Uni Emirat Arab (UEA) hingga Qatar.
Sebagai perbandingan, berdasakan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) total impor LPG Indonesia pada tahun 2023 mencapai 6,9 juta ton dengan nilai US$ 4,16 miliar atau setara Rp 61,5 triliun.
Lalu pada 2024, impor LPG Indonesia mencapai 6,89 juta ton dengan nilai US$ 3,79 miliar atau setara dengan Rp 61,56 triliun.
Dan dengan disepakatinya tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 19%, Amerika diprediksi akan menjadi eksportir mayoritas untuk LPG Indonesia kedepannya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga menyebut potensi peningkatan impor LPG dari negara Paman Sam itu, yaitu mencapai 80-85%.
"Sekarang kan 54% impor LPG kita dari Amerika dan itu akan kita naikkan sekitar 80-85%," kata Bahlil, usai Rapat Terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto terkait rencana impor, di Istana Negara, Kamis (17/5/2025).
Baca Juga: Target 1 Juta Jargas Dikebut, Pengamat Ungkap Sumber Gas Potensial
Dalam perkembangannya, anggaran ESDM tahun 2026 disebut akan diprioritaskan untuk dua hal. Yang pertama adalah Jaringan Gas (Jargas) Masyarakat dan yang kedua untuk pembangunan Listrik Desa (Lisdes).
Khusus untuk Jargas, Kementerian ESDM, menargetkan tambahan target jaringan gas (jargas) rumah tangga sebesar 1 juta Sambungan Rumah (SR) pada tahun 2026. Dan untuk mencapai target, telah disiapkan dana sebesar Rp 5,8 triliun dari total anggaran sebesar Rp 21,67 triliun.
Jargas Senjata Lepas dari Ketergantungan Impor LPG
Target 1 juta jargas di tahun 2026, sejatinya adalah melanjutkan target jargas sebanyak 5,5 juta sambungan rumah (SR) di tahun 2030. Proyek besar ini, digadang-gadang bisa menekan subsidi energi yang selama ini membebani APBN.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal bahkan memprediksi Indonesia bisa lepas sepenuhnya dari jeratan impor LPG jika jargas telah tersebar secara menyeluruh di setiap pulau.
"Kalau semua pakai jargas, bisa menekan 100 persen impor LPG. Kekurangan dari LPG, dia tidak ada sistem penyaluran melalui pipa, sehingga harus dibentuk liquid (cair) dulu," ungkap dia.
Moshe menjelaskan, masalah dari penyaluran gas di dalam negeri saat ini masih terpusat pada masalah rantai pasok atau supply chain.
"LPG itu hanya untuk memecahkan masalah transportasi atau supply chain. Kalau jargas ini sudah ter-instal, ya gak ada alasan lagi menggunakan LPG, karena sudah teratasi (supply chain)," tambahnya.
Terkait harga, Moshe membandingkan penggunaan LPG 3 kg dengan gas yang berasal dari jargas. Dia bilang, harga LPG subsidi yang sebesar Rp 19 ribu per 3 kg, terlihat murah karena adanya subsidi yang dibayarkan langsung oleh pemerintah.
Sedangkan, kalau tanpa subsidi, LPG 3 kg bisa senilai Rp42.750 hingga Rp53.000 per tabung atau bahkan lebih mahal.
"LPG subsidi itu kan murahnya karena subsidi-nya. Dengan jargas, subsidi justru bisa dikurangi. Dan konsumen bisa menikmati harga yang lebih rendah," ungkap dia.
Melansir data ESDM, hingga tahun 2024, jumlah sambungan gas Rumah Tangga (RT) yang sudah terpasang adalah sebanyak 900 ribu. Angka ini, nyatanya masih jauh dari target 2024 yaitu sebanyak 2,5 juta sambungan.
Baca Juga: Aspermigas: Jawa Jadi Prioritas Pembangunan Jargas Nasional
Target ini, kalau dibandingkan hanya 3,5% dari jumlah Rumah Tangga (RT) se-Indonesia yang mencapai 70,6 juta.
Sedangkan, pemanfaatan gas bumi untuk jaringan baru sekitar 16,14 Million British Thermal Units (MMBTU) atau 0,43% dari 3.745 MMBTU total penyaluran gas bumi domestik.
Padahal, dengan terpasangnya 900 ribu sambungan rumah, jika setara dengan LPG 3 kg, Indonesia telah menghemat subsidi Rp 1,6 triliun dan penghematan devisa sekitar US$ 140 juta.
Percepatan Jargas dengan Pembangunan 3 Juta Rumah
Terkait pembangunan Jargas, Pemerintah saat ini tengah revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot menyebut pihaknya tengah menggodok peraturan untuk dapat memenuhi kebutuhan gas dari target pembangunan 3 juta rumah, di bawah naungan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
"Dari Kementerian ESDM kita juga menyiapkan jaringan gas untuk pemukiman-pemukiman baru yang mencapai 3 juta sambungan rumah ini," ungkap Yuliot di Kantor ESDM, beberapa waktu lalu.
Ia juga menyebut, pemerintah akan mendukung melalui mekanisme pemasangan jargas secara gratis.
"Jadi termasuk mekanismenya pemasangan gratis dari pemerintah," tambah dia.
Hal senada juga diungkap oleh Eks Ketua Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sekaligus Founder Dwi Soetjipto Research Center (DSRC), Dwi Soetjipto.
Menurut Dwi, tantangan agar masyarakat mau menggunakan atau beralih dari penggunaan LPG 3 kg ke jargas tentu saja ada. Namun, tantangan dapat diminimalisir dan faktor keberhasilan bisa meningkat jika jargas bisa difokuskan pada area baru.
Baca Juga: Target 1 Juta Jargas Berlanjut, Kementerian ESDM Siapkan Dana Rp 5,8 Triliun
"Seperti untuk program 3 juta rumah karena secara biaya menjadi lebih efisien karena pada satu titik sambungan akan tersambung ke ratusan bahkan ribuan pengguna sekaligus," jelas dia.
Potensi peningkatan pemasangan Jargas menurut Dwi, malah bisa dinaikan di era Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Hingga 2029, kita bisa membangun 4 juta jargas. Perhitungannya, target 3 juta untuk sambungan program 3 juta rumah dan ditambah 1 juta untuk konversi masyarakat pengguna LPG ke jargas," jelas dia.
Di sisi lain, pakar industri migas sekaligus Direktur Utama Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo menambahkan, target 1 juta jargas tahun depan kemungkinan besar terwujud, dengan catatan penyelesaian tender dan Right of Way (ROW) pipa yang tepat waktu.
"Insya Allah target bisa tercapai. Tapi dengan syarat dan ketentuan persoalan tender dan ROW pipa diselesaikan tepat waktu. Karena ini yang menjadi tantangan besar pada program-program sebelumnya," jelasnya.
Baca Juga: Ditjen Migas Siapkan Pembangunan Jargas Rumah Tangga 2025–2026
Sebagai tambahan, melansir data dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pembangunan jargas di Indonesia sejatinya dapat dilakukan melalui beberapa skema, diantaranya:
1. Pembangunan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
2. Pembangunan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
3. Penugasan langsung kepada Badan Usaha (seperti PT Perusahaan Gas Negara atau PGN) untuk melakukan pembangunan.
Baca Juga: PGN Salurkan 815.000 Jargas Rumah Tangga, Ungkap Strategi Genjot Pemanfaatan Gas Bumi
Selanjutnya: Produksi Adaro Andalan (AADI) Mulai Pulih di Kuartal II, Begini Rekomendasinya
Menarik Dibaca: Ini 5 Ciri Peluang Usaha Menjanjikan yang Bisa Bertahan Lama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News