Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara telah menerbitkan kebijakan baru. Aturan ini menjelaskan acuan biaya produksi untuk penentuan harga jual batubara ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang dan penjualan untuk pengolahan batubara.
Acuan biaya tersebut diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 466.K/32/DJB/2015 tentang Biaya Produksi untuk Penentuan Harga Batubara.
Direktur Jenderal Mineral Kementerian ESDM Sukhyar bilang, terdapat 13 komponen biaya, ditambah dengan penarikan iuran produksi alias royalti plus margin sebesar 25% untuk menentukan harga jual batubara ke PLTU mulut tambang.
Sukhyar menyebut, penetapan harga batubara plus margin tersebut merupakan insentif kepada pengusaha pertambangan batubara agar dapat mendukung penyerapan batubara di dalam negeri, salah satunya untuk keperluan PLTU mulut tambang.
Asal tahu saja, sebelumnya pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10/2014 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk PLTU Mulut Tambang. Adapun beleid tersebut memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Minerba untuk menetapkan harga dasar batubara untuk kebutuhan pembangkit setrum mulut tambang.
Menanggapi beleid baru ini, Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menyebut, penetapan ini masih wajar dan ekonomis untuk pengembangan tambang batubara kalori rendah. "Acuan biaya produksi ini juga cukup bagus, sesuai dengan kondisi lapangan. Cukup normal dan wajar," kata Ekawahyu ketika dihubungi KONTAN, Rabu (4/3).
Hal yang sama juga dikatakan Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk. Menurut dia, terbitnya Kepdirjen itu bakal menyinergikan antara jaminan pasokan batubara serta keberlangsungan operasi pembangkit mulut tambang. "Jaminan keberlangsungan usaha antara pemilik tambang dan PLTU untuk jangka panjang. Pihak pembangkit tidak akan membiarkan produsen mengalami kerugian," kata Joko.
Waskito Tanuwijoyo, General Manajer Exploration PT Bhakti Coal Resources menambahkan, pemberian margin 25% untuk pengusaha tambang dapat menjadi dorongan bagi pengusaha untuk memasok batubara ke domestik. "Prinsipnya, kami sudah merasa terlindungi dengan ketetapan margin 25%, sehingga menguntungkan pengusaha yang memiliki batubara kalori rendah," kata Waskito.
Sementara itu, Budi Santoso, Ketua Working Group Kebijakan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menyatakan, tingginya tarif royalti yang dikenakan dalam PLTU Mulut Tambang mencerminkan pemerintah setengah hati mendorong pertumbuhan PLTU mulut tambang di tanah air. Kepdirjen Minerba menetapkan royalti sebesar 20,3% dari harga jual.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News