Reporter: Leni Wandira, Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap belum mengeluarkan surat rekomendasi terkait perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah berakhir sejak 31 Desember 2024 lalu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba), Tri Winarno mengatakan keputusan perpanjangan ekspor berkaitan dengan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM yang berasal dari masukan berbagai pihak.
"Kalau (surat) rekomendasi mestinya dari ESDM. Tapi rekomendasi kan hasilnya dari mana-mana gitu lah," kata Tri saat ditemui di kantor ESDM, Jakarta, Jumat (14/02).
Lebih lanjut Tri mengatakan hingga hari ini, surat rekomendasi tersebut belum digodok oleh Kementerian ESDM.
Baca Juga: Freeport Siap Melanjutkan Ekspor Konsentrat Tembaga dari Indonesia Bulan Ini
"Kan belum tahu. Belum. Sampai sekarang belum," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan adanya kemungkinan pemberian perpanjangan ekspor.
Hal ini didasarkan dari hasil penyelidikan kebakaran pada Smelter PTFI di Gresik yang disebabkan oleh kahar atau keadaan force majeure bukan karena kesengajaan.
Meski begitu, keputusan untuk memperpanjang ekspor harus melibatkan banyak kementerian diluar ESDM, seperti Kementerian Perdagadangan (Kemendag) dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
"Jadi untuk Kemenko Perekonomian sudah mengkoordinasikan Kementerian ESDM sama Kementerian Perdagangan untuk melihat kondisi ini, dalam rangka dimungkinkan adanya pemberian proses ekspor," jelas Yuliot.
Baca Juga: Perdana, Freeport Indonesia Kirim Emas Batangan ke Antam
Namun, izin tersebut belum keluar sekarang. Yuliot menambahkan, dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 6 Tahun 2024, masa ekspor Freeport sudah habis sehingga harus dilakukan rapat terbatas (ratas) dengan kementerian terkait.
"Jadi dengan ada pembatasan, paling tidak itu ada rapat koordinasi (rakor) dan juga ada rapat terbatas (ratas) untuk memutuskan kapan dibolehkan," jelasnya.
Sedangkan kata Yuliot, ratas diusulkan oleh Kemenko Perekonomian, sebagai kementerian koordinator. Ia juga menegaskan di bulan Februari ini belum diputuskan bulat terkait keputusan perpanjangan izin ekspor tersebut.
"Yang mengusulkan ratas adalah Kementerian Perekonomian. Enggak, itu belum ada keputusan (ekspor)," tutupnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menyebutkan bahwa kelanjutan ekspor konsentrat tembaga oleh Freeport sangat berpengaruh baik bagi industri pertambangan di Indonesia maupun bagi smelter di luar negeri.
"Kebijakan ini tentunya berpengaruh besar terhadap upaya hilirisasi mineral Indonesia, terutama karena hingga saat ini smelter Freeport belum sepenuhnya siap beroperasi dengan kapasitas penuh," ujarnya saat dihubungi KONTAN, Jumat (14/2).
Menurut Bisman, meskipun Freeport memiliki kapasitas pemurnian di dalam negeri, namun tanpa kesiapan smelter yang maksimal, perusahaan tetap harus melakukan ekspor untuk menjaga kelangsungan operasional pertambangannya.
Baca Juga: Freeport Ajukan Perpanjangan Ekspor Konsentrat Tembaga, Bahlil Minta Ini
"Jika kebijakan larangan ekspor tetap diterapkan dalam situasi ini, akan muncul masalah teknis, ekonomi, bahkan sosial, yang bisa mengganggu operasional tambang," katanya.
Pemerintah Indonesia, di sisi lain, menghadapi dilema besar. Meskipun kebijakan pembatasan ekspor bertujuan untuk mendorong hilirisasi, dalam kenyataannya banyak smelter yang belum mampu memenuhi kebutuhan pasar secara penuh.
Dengan demikian, pemerintah diperkirakan akan kembali memberikan izin ekspor kepada Freeport, meskipun kebijakan tersebut sering dianggap melanggar Undang-Undang Minerba yang mengutamakan pemrosesan mineral di dalam negeri.
Di tingkat global, kelanjutan ekspor konsentrat tembaga dari Indonesia juga akan memberikan dampak signifikan. Bisman menambahkan bahwa larangan ekspor sebelumnya telah mengurangi volume konsentrat tembaga yang beredar di pasar global, yang pada gilirannya berdampak pada kestabilan pasokan ke smelter internasional dan harga tembaga global.
"Tanpa pasokan yang cukup dari Indonesia, smelter di luar negeri yang bergantung pada konsentrat tembaga Indonesia akan mengalami kesulitan, dan ini akan memengaruhi harga tembaga di pasar global," jelasnya.
Sebagai negara penghasil tembaga terbesar kedua di dunia, Indonesia memainkan peran penting dalam pasar tembaga global, dan perubahan kebijakan ini tentu akan memengaruhi pergerakan harga dan pasokan.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Kebakaran Smelter Freeport Dipicu Masalah Kelistrikan
Kebijakan ekspor yang fleksibel juga akan berdampak pada iklim investasi asing di Indonesia. Bisman mengungkapkan, investasi asing sangat dipengaruhi oleh faktor kepastian hukum. Dalam konteks ini, kebijakan ekspor Freeport yang tidak konsisten dapat menurunkan kepercayaan investor terhadap jaminan hukum yang diberikan oleh pemerintah Indonesia.
"Jaminan kepastian hukum menjadi faktor utama bagi investor asing, dan pemerintah perlu memastikan kebijakan ini tidak hanya melindungi kepentingan dalam negeri, tetapi juga memberi rasa aman bagi investor," kata Bisman.
Di sisi lain, kelanjutan ekspor konsentrat tembaga juga akan memberikan dampak positif pada penerimaan negara melalui bea ekspor yang cukup besar.
Namun, Bisman mengingatkan agar kebijakan ekspor ini diatur dengan batas waktu yang jelas dan diiringi pengawasan yang ketat, baik terhadap proses ekspor maupun pembangunan smelter. "Dengan cara ini, Indonesia bisa memastikan bahwa hilirisasi tembaga benar-benar dapat tercapai dalam jangka panjang," pungkasnya.
Selanjutnya: Geely Auto Resmi Banderol Geely EX5 Mulai Rp 475 Juta, Intip Spesifikasinya
Menarik Dibaca: 8 Minuman Terbaik untuk Menurunkan Kadar Kolesterol Tinggi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News