Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk mewujudkan kepastian, kemudahan berusaha dan kepatuhan pelaku usaha pertambangan pada subsektor mineral dan batubara, Kementerian ESDM mencanangkan Omnibus Law Minerba dengan menetapkan sejumlah Keputusan Menteri (Kepmen).
Dari keempat Kepmen yang akan mendukung Omnibus Law Minerba, sampai dengan saat ini sudah ada dua Kepmen yang diterbitkan dan dua lainnya masih dalam tahap rancangan.
Dua Kepmen yang telah terbit ialah Kepmen ESDM 221.K/KH.02/MEM.B/2021 terkait Pedoman Pelaksanaan Pemindahtanganan IUP/IUPK serta pengalihan sebagian WIUP/WIUPK bagi IUP/IUPK yang dimiliki BUMN. Serta, Kepmen ESDM Nomor 13.K/KH.02/MEM.B/2022 tentang Pelarangan Penjualan ke Luar Negeri dan Pedoman Pengenaan Denda serta Dana Kompensasi Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri.
Adapun kedua peraturan tersebut sama-sama memuat dasar hukum yang salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).
Baca Juga: Jokowi Sebut Proyek Hilirisasi Batubara Bisa Hemat APBN hingga Rp 70 Triliun
Padahal, saat ini Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dinyatakan inkonstitusional bersyarat karena cacat secara formil. Adapun Mahkamah Konstitusi memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menjelaskan mungkin yang dimaksud bukanlah Omnibus Law Minerba, tetapi Keputusan Menteri untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetapi terkait dengan Mineral dan Batubara (Minerba).
Jika seperti ini, seharusnya Kepmen tersebut tidak boleh keluar karena Undang Undang Cipta Kerja telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Beda cerita jika Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa UU Cipta Kerja bisa lanjut terus, maka akan diputuskan konstitusional bersyarat, tapi nyatanya tidak demikian.
"Pada Amar Putusan poin ke 7 sudah cukup jelas dikatakan bahwa tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang berdampak luas ataupun strategis. Semua hal terkait minerba tentu saja berdampak luas dan sangat strategis jadi seharusnya tidak boleh," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (24/1).
Namun, Bivitri mengungkapkan, dari sisi pemerintah atau dalam hal ini Kementerian ESDM tentu akan bersikeras mengatakan peraturan ini langsung berlaku karena sesungguhnya sejak awal tafsir pemerintah memang seperti itu.
"Makanya dua hari setelah putusan MK keluar, Jokowi langsung mengatakan UU Cipta kerja masih berlaku, dia rebut tafsirnya duluan. Jadi pemerintah tidak akan peduli dengan pandangan dan putusan. Padahal putusannya sudah eksplisit sekali yakni inkonstitusional bersyarat jadi tidak berlaku," terang Bivitri.
Menurutnya, peraturan ini bisa di-challenge ke pengadilan karena putusan MK sudah sangat jelas. Bivitri menjelaskan, Keputusan Menteri adalah kebijakan yang merupakan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan.
Namun, jika melihat Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan dalam UU No 12 tahun 2011 sebagaimana diubah dengan UU No 15 tahun 2019, memang Keputusan Menteri tidak masuk ke dalam peraturan perundang-undangan dalam arti mengatur.
Baca Juga: Ini Tujuan Pemerintah Kenakan Pajak Progresif Ekspor NPI dan Feronikel
Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR), Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, kemudian Peraturan Daerah.
Namun, di luar dari Peraturan Perundang-Undangan ada yang disebut dengan keputusan yang sifatnya konkret, individual, dan final sehingga bisa digunakan untuk melaksanakan suatu peraturan.
"Dengan dasar ini (Kepmen) itu tentu bisa dibawa ke pengadilan. Apalagi levelnya Keputusan Menteri memang pelaksana kebijakan, jadi bisa sekali dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Soal konstruksi hukumnya bisa dibicarakan kemudian. Tetapi forum hukum itu tersedia," kata Bivitri.
Maka dari itu, Bivitri mengatakan bahwa selama UU Cipta Kerja dinyatakan sebagai inkonstitusional bersyarat maka akan menimbulkan ketidakpastian dalam implementasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News