Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap penggunaan baterai di Indonesia, baik sebagai baterai kendaraan listrik atau electric vechile (EV) maupun sebagai baterai storage system atau penyimpanan energi baterai (BESS) dapat mencapai 392 gigawatt hours (GWh) pada tahun 2034.
Adapun, menurut Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia hingga tahun 2027, Kementerian ESDM menargetkan penggunaan baterai dapat menyentuh angka maksimal 60 gigawatt.
"Itu untuk menyangkut dengan ekosistem baterai mobil kita targetkan sampai dengan 2027 itu sekitar 55 sampai 60 gigawatt," ungkap Bahlil dalam acara International Battery Summit (IBS) 2025, Selasa (5/8/2025).
Baca Juga: Menteri ESDM Targetkan Proyek Baterai EV Dengan Huayou Selesai Akhir 2027
Bahlil menambahkan, Indonesia terbuka kepaa seluruh negara yang ingin bekerjasama membangun ekosistem baterai EV di dalam negeri. Ia bahkan menegaskan, akan mengurus sendiri terkait kebutuhan investasi ke depannya.
"Saya berjanji kepada bapak-ibu semua, kalau ada yang membangun ekosistem baterai mobil, saya sendiri yang akan mengurusnya. Tanpa membeda-bedakan dari negara manapun," tambahnya.
Dalam catatan Kementerian ESDM, peningkatan penggunaan baterai maupun penyimpanan energi baterai (BESS) akan semakin meningkat di dalam negeri berkat beberapa stimulus.
Di antaranya penerapan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, peningkatan penggunaan mobil dan motor listrik, adanya peluang ekspor listrik dalam hal ini ke Singapura serta adanya program pembangunan 100 GW PLTS di 80.000 Koperasi Merah Putih (KMP).
Potensi pasar internasional baterai ungkap Bahlil juga mencapai 3.500 GWh untuk kendaraan listrik. Didukung oleh potensi investasi mencapai US$ 500 miliar pada 2030.
"Nah ini kalau baterainya untuk listriknya itu cepat, maka itu akan potensinya jauh lebih besar lagi,” kata Bahlil.
Baca Juga: Indonesia Masih Perlu Impor Lithium dalam Pengembangan Baterai EV
Adapun, saat ini Indonesia sedang menjalankan sejumlah proyek baterai EV terintegrasi melalui perusahaan joint venture (JV) BUMN, Indonesia Battery Corporation (IBC).
Saham IBC dipegang oleh Antam Tambang Tbk, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, serta PT Pertamina New & Renewable Energy (NRE) masing-masing sebesar 25%.
IBC bersama dengan konsorsium Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL) bagian dari Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) saat ini tengah menggarap proyek baterai EV yang diberi nama Proyek Dragon.
Kerjasama ini tertuang dalam sejumlah usaha patungan. Di sisi hulu, terbentuk 3 usaha patungan di antaranya PT Sumber Daya Arindo (SDA), yang mengelola tambang nikel.
Antam memegang 51% saham sementara sisanya dipegang afiliasi CBL, Hongkong CBL Limited (HKCBL). Selanjutnya, usaha patungan di sisi RKEF dan kawasan industri lewat PT Feni Haltim (PFT), dengan porsi saham Antam 40%.
Sementara itu, Antam memegang saham 30% untuk usaha patungan pabrik hidrometalurgi atau HPAL.
Adapun, usaha patungan lainnya dikerjakan IBC bersama dengan CBL meliputi bahan baku baterai, perakitan sel baterai hingga daur ulang baterai.
Selanjutnya: Pasar Saham Amerika Naik Tajam, Bitcoin cs akan Menyusul?
Menarik Dibaca: Pasar Saham Amerika Naik Tajam, Bitcoin cs akan Menyusul?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News