kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   -1.000   -0,05%
  • USD/IDR 16.730   68,00   0,40%
  • IDX 6.767   18,27   0,27%
  • KOMPAS100 977   3,57   0,37%
  • LQ45 759   1,98   0,26%
  • ISSI 215   1,22   0,57%
  • IDX30 394   0,74   0,19%
  • IDXHIDIV20 470   -0,70   -0,15%
  • IDX80 111   0,33   0,30%
  • IDXV30 114   -0,31   -0,27%
  • IDXQ30 129   0,41   0,32%

Konflik agraria terbanyak ada di dua sektor ini


Selasa, 05 Januari 2016 / 22:30 WIB
Konflik agraria terbanyak ada di dua sektor ini


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Sejak masa transisi pemerintahan baru, publik berharap pada komitmen politik reforma dan penyelesaian konflik agraria melalui peningkatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau BPN (ATR/BPN).

Namun, setelah setahun berjalan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum menunjukkan komitmen tersebut. 

Terbukti, menurut data rekaman Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), jumlah konflik agraria sepanjang 2015 secara luasan, kejadian, dan korban yang diakibatkan masih sangat tinggi. 

"Konsentrasi terbesar konflik agraria adalah sektor perkebunan sebanyak 127 konflik. Posisi kedua ditempati sektor infrastruktur dengan 70 konflik," ujar Sekretaris Jenderal KPA Iwan Nurdin di Jakarta, Selasa (5/1). 

Hal ini, kata Iwan, disebabkan proses pembebasan proyek-proyek infrastruktur banyak dilakukan pada 2014. 

Sementara produk-produk perkebunan pada 2015 mengalami perlambatan yang dipengaruhi melemahnya ekonomi. 

Meski demikian, ekspansi perusahaan-perusahaan perkebunan tidak menurun, cenderung tetap. 

Salah satu komoditas yang patut menjadi perhatian dalam melihat krisis agraria adalah komoditas kelapa sawit. 

Dalam 5-10 tahun ke depan komoditas ini akan terus menimbulkan krisis agraria yang semakin parah. 

Akibatnya, tidak hanya memperparah situasi ketimpangan struktur penguasaan tanah di Indonesia, tetapi juga menyebabkan konflik di lapangan. 

Jika pemerintah menargetkan di atas 5% tahun ini, konflik di dua sektor ini akan melaju kencang. 

"Tidak masalah jika pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak ada jaring pengaman sosial bagaimana pemerintah mengantisipasi masalah ini," jelas Iwan. 

Sementara itu, berdasarkan persentase, sektor perkebunan mendominasi konflik agraria sebesar 50% dan sektor infrastruktur 28%. 

Selanjutnya, konflik di sektor kehutanan sebesar 9,6% atau 24 konflik, sektor pertambangan 5,2% atau 14 konflik. 

Terakhir, sektor lain-lain sebesar 4% atau 9 konflik, sektor pertanian dan sektor pesisir atau kelautan sebesar 2 persen atau 4 konflik. (Arimbi Ramadhiani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×