Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
Dalam kondisi seperti ini, menjadi wajar jika nantinya renegosiasi kontrak menjadi opsi yang tak terhindarkan. "Di setiap kontrak pasti ada opsi untuk menambah atau mengurangi dengan announcement 1 atau 3 bulan sebelum pengapalan dilakukan," kata Singgih.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia memperkirakan, permintaan batubara di kuartal kedua hingga empat akan semakin melemah. Hal itu terjadi di pasar global sebagai imbas pandemi, maupun juga di pasar domestik.
APBI menaksir, permintaan batubara domestik hanya akan menyentuh sekitar 100 juta ton, atau lebih rendah dari target yang ditetapkan pemerintah di tahun ini, yang sebanyak 155 juta ton.
Baca Juga: Hindarkan tagihan listrik pelanggan melonjak, PLN rilis skema penghitungan tagihan
Kondisi tersebut terjadi seiring dengan merosotnya konsumsi listrik, yang kemudian berimbas pada berkurangnya permintaan batubara untuk kelistrikan. "Menurut estimasi kami dari beberapa sumber, permintaan batubara domestik menurun drastis, diperkirakan hanya mencapai 100 juta ton atau lebih rendah dibandingkan dengan rencana," kata Hendra kepada Kontan.co,id, Rabu (3/6) kemarin.
Sebagai informasi, pada tahun ini Kementerian ESDM menargetkan produksi batubara sebesar 550 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 155 juta ton dialokasikan untuk keperluan domestik.
Rinciannya, sebanyak 109 juta ton diperuntukkan bagi keperluan PLN, 16,52 juta ton untuk fasilitas pengolahan dan pemurnian, 1,73 juta ton untuk pupuk, 14,54 juta ton untuk semen, 6,54 juta ton untuk industri tekstil, 6,64 juta ton untuk industri kertas dan 0,01 juta ton untuk keperluan briket.
Dalam enam tahun terakhir, serapan batubara dalam negeri selalu menanjak. Terakhir, pada tahun 2019 serapan batubara untuk keperluan domestik mencapai 138 juta ton atau lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2018 yang sebesar 115 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News