kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsumsi listrik dan industri ditaksir anjlok, pasar batubara domestik kian ketat


Kamis, 04 Juni 2020 / 15:32 WIB
Konsumsi listrik dan industri ditaksir anjlok, pasar batubara domestik kian ketat
ILUSTRASI. Tambang batubara milik Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi batubara di pasar domestik diprediksi bakal lebih rendah dari target yang dipatok untuk tahun 2020. Hal itu terjadi seiring dengan lesunya industri, serta merosotnya permintaan listrik, yang menjadi segmen terbesar pengguna batubara di dalam negeri.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, permintaan listrik di tahun ini berpotensi di bawah Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PLN (Persero).

Fabby menggambarkan, dengan perkiraan permintaan listrik yang lebih rendah 10%-12% dari target RKAP, maka diestimasikan permintaan batubara akan terpangkas 20 juta - 25 juta ton di tahun ini.

Baca Juga: Revisi RKAP masih proses, ini strategi PLN pertahankan kinerja di tengah wabah corona

Dia membeberkan, kebutuhan batubara untuk kelistrikan di Kuartal I hanya mencapai 25,6 juta ton. Sementara di kuartal II, diprediksi akan turun menjadi 20 juta-22 juta ton. Adapun untuk kuartal III dan IV ditaksir berada di level 26 juta ton.

Sehingga, dia memprediksi kebutuhan batubara untuk kelistrikan di tahun ini berkisar di angka 98 juta-100 juta ton. "Untuk industri juga turun. Jadi total batubara domestik kira-kira 120 juta - 125 juta ton di tahun ini," sebut Fabby kepada Kontan.co.id, Kamis (4/6).

Dihubungi terpisah, Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan, penurunan konsumsi batubara domestik menjadi hal yang logis di tengah imbas dari pandemi virus corona (Covid-19). Sebab, lesunya industri dan juga konsumsi listrik yang anjlok, merupakan suatu kondisi yang saling terkait.

"Jelas kebutuhan batubara domestik turun. Bukan saja sektor kelistrikan, sektor industri yang mengkonsumsi batubara cukup besar yaitu semen, juga mengalami tekanan. Ini berpengaruh pada kebutuhan batubara nasional," ungkap Singgih.

Baca Juga: Pasar dan harga kian tak menentu, produsen batubara rombak rencana kerja

Menurutnya, kondisi tersebut memberikan tekanan terhadap bisnis batubara Indonesia. Dia membeberkan, dalam kondisi pasar domestik yang lesu, semestinya perusahaan batubara bisa menyasar pasar ekspor. Sayangnya, ketergantungan batubara Indonesia terhadap pasar China dan India membuat optimalisasi pasar ekspor pun sulit untuk dicapai.

"Indonesia telah terjebak sejak awal, pasar ekspor cuma China dan India yang hampir mengambil 50% dari total produksi nasional. Dengan produksi yang cukup tinggi tentu kompetisi antar perusahaan tambang akan lebih berat," sebut Singgih.

Apalagi pasar China mapun India masih tertekan efek pandemi Corona. Dari sisi konsumsi belum pulih, dan dari sisi penggunaan batubara keduanya memilih untuk mengoptimalkan penggunaan batubara dari dalam negerinya.

Dalam kondisi seperti ini, menjadi wajar jika nantinya renegosiasi kontrak menjadi opsi yang tak terhindarkan. "Di setiap kontrak pasti ada opsi untuk menambah atau mengurangi dengan announcement 1 atau 3 bulan sebelum pengapalan dilakukan," kata Singgih.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia memperkirakan, permintaan batubara di kuartal kedua hingga empat akan semakin melemah. Hal itu terjadi di pasar global sebagai imbas pandemi, maupun juga di pasar domestik.

APBI menaksir, permintaan batubara domestik hanya akan menyentuh sekitar 100 juta ton, atau lebih rendah dari target yang ditetapkan pemerintah di tahun ini, yang sebanyak 155 juta ton.

Baca Juga: Hindarkan tagihan listrik pelanggan melonjak, PLN rilis skema penghitungan tagihan

Kondisi tersebut terjadi seiring dengan merosotnya konsumsi listrik, yang kemudian berimbas pada berkurangnya permintaan batubara untuk kelistrikan. "Menurut estimasi kami dari beberapa sumber, permintaan batubara domestik menurun drastis, diperkirakan hanya mencapai 100 juta ton atau lebih rendah dibandingkan dengan rencana," kata Hendra kepada Kontan.co,id, Rabu (3/6) kemarin.

Sebagai informasi, pada tahun ini Kementerian ESDM menargetkan produksi batubara sebesar 550 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 155 juta ton dialokasikan untuk keperluan domestik.

Rinciannya, sebanyak 109 juta ton diperuntukkan bagi keperluan PLN, 16,52 juta ton untuk fasilitas pengolahan dan pemurnian, 1,73 juta ton untuk pupuk, 14,54 juta ton untuk semen, 6,54 juta ton untuk industri tekstil, 6,64 juta ton untuk industri kertas dan 0,01 juta ton untuk keperluan briket.

Dalam enam tahun terakhir, serapan batubara dalam negeri selalu menanjak. Terakhir, pada tahun 2019 serapan batubara untuk keperluan domestik mencapai 138 juta ton atau lebih tinggi dibanding realisasi tahun 2018 yang sebesar 115 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×