kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   -23.000   -1,21%
  • USD/IDR 16.210   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Kontrak hulu migas diubah jadi perizinan berusaha, ini tanggapan Komisi VII DPR


Senin, 12 Oktober 2020 / 17:12 WIB
Kontrak hulu migas diubah jadi perizinan berusaha, ini tanggapan Komisi VII DPR
ILUSTRASI. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-Undang (UU) Cipta Kerja alias Omnibus Law turut mengubah sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Aturan yang mendapat sorotan ialah perubahan rezim dari kontrak hulu migas menjadi Perizinan Berusaha.

Dalam UU Migas Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja Sama. Sementara dalam Omnibus Law klaster energi-migas, Pasal 5 ayat (1) mengatur bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat. 

Kendati ada perubahan rezim dari kontrak kerja sama menjadi perizinan berusaha, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno memastikan bahwa kontrak hulu migas yang sekarang ada, masih tetap berlaku.

Eddy memberikan perbandingan dengan sektor tambang dalam UU mineral dan batubara (minerba), yang mana rezim kontrak (KK/PKP2B) berubah menjadi perizinan (IUPK), namun kontrak yang sebelumnya ada masih tetap berjalan.

Baca Juga: Kontrak hulu migas diubah jadi perizinan berusaha, ini komentar SKK Migas & Pertamina

"Sama saja dengan UU Minerba, (kontrak) yang sekarang masih belum berakhir, yang sekarang ini sudah diatur melalui rezim ketentuan yang lama, tidak ada perubahan. Jadi para KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) masih tetap menggunakan kontrak yang lama," ujar Eddy saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (12/10).

Kendati begitu, Eddy menyatakan bahwa saat ini bola berada di tangan pemerintah. Artinya, ketentuan lebih rinci dan jelas harus segera diatur dalam aturan turunan UU Omnibus Law, antara lain melalui Peraturan Pemerintah (PP) dan keputusan dari menteri terkait, yang dalam hal ini Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Kembali lagi, segala sesuatunya itu kan berpulang pada PP-nya. Peraturan turunannya. Nah itu yang harus nanti dipelajari, bagaimana nanti keputusan menterinya," sambung Eddy.

Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Abdul Wahid membeberkan bahwa secara umum, omnibus law tidak banyak mengubah pengaturan terkait migas. Perubahan yang ditekankan ialah terkait perizinan berusaha.

Sedangkan isu isu krusial lainnya akan dibahas dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi alias UU Migas. "Secara umum soal migas tidak banyak berubah, kecuali soal perizinan berusaha. yang lain sesuai eksisting," kata Abdul saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (9/10).

Abdul menyebut, perubahan tersebut dimaksudkan sebagai penyederhanaan birokrasi, yang nantinya proses perizinan ini juga akan terintegrasi dengan online single submition (OSS). "Untuk menyederhanakan dan memudahkan proses birokrasi," ujarnya.

Dihubungi terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Divisi Progam komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih juga tak menjawab secara gamblang mengenai dampak aturan omnibus law terhadap kontrak hulu migas saat ini. Yang pasti, SKK Migas masih menunggu aturan pelaksanaan dan keputusan lebih lanjut dari pemerintah.

Baca Juga: Omnibus Law ubah rezim kontrak hulu migas jadi perizinan, kontrak eksisting terancam

"SKK Migas tidak masuk dalam kluster yang dibicarakan dalam UU cipta kerja. Kami memang mendengar bahwa perizinan kegiatan usaha hulu migas dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. tetapi pelaksanaannya akan didetail kan dalam peraturan pendukungnya kan?," kata Susana menjawab Kontan.co.id, Jum'at (9/10).

SKK Migas menekankan, pemerintah perlu cermat dalam menyusun aturan pelaksanaan supaya tidak menimbulkan perselisihan akibat perubahan rezim kontrak menjadi perizinan. "Ini yang harus dicermati, supaya peraturan dibawahnya tidak bertabrakan dengan UU yang menjadi induknya sehingga malah menimbulkan dispute," imbuh Susana.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong belum banyak berkomentar mengenai perubahan rezim kontrak ke perizinan berusaha ini. Dia hanya mengatakan bahwa pihaknya akan terlebih dulu mengkaji ketentuan dalam omnibus law tersebut, dan akan membicarakannya bersama dengan Kementerian ESDM.

"Nanti akan kami bicarakan dulu dengan ESDM agar mendapat pengertian yang tepat," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (12/10).

Selanjutnya: Perubahan kontrak hulu migas jadi perizinan di UU Cipta Kerja dinilai rancu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×