Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Dia pun menyarankan agar para pemegang PKP2B yang akan habis kontraknya membuat kajian teknis mengenai dampak-dampak yang timbul apabila wilayah operasionalnya menciut jadi 15.000 Ha.
Sebagai catatan, pemegang PKP2B generasi pertama yang akan berakhir kontraknya antara lain PT Arutmin Indonesia pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia pada 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama pada 1 April 2022, PT Adaro Indonesia pada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung pada 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal pada 26 April 2025.
Adapun PT Tanito Harum tidak diperpanjang kontraknya usai berakhir pada 14 Januari 2019 lalu.
Abrar melanjutkan, hak perpanjangan kontrak sudah diatur dalam isi kontrak PKP2B yang diakui dalam UU Minerba tepatnya pada pasal 169. Aturan itu diperkuat melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 77 Tahun 2014 bahwa perpanjangan diberikan dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Baca Juga: PP Minerba Tunggu Paraf Menteri BUMN
“Mekanismenya pun tanpa melalui lelang, dengan durasi IUPK dua kali sepuluh tahun,” tutur dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengkhawatirkan aspek kelangsungan investasi apabila masalah perpanjangan kontrak PKP2B terus-terusan mandek.
Ia menjelaskan, para pemegang PKP2B generasi pertama berkontribusi terhadap 40% dari total produksi batubara nasional di tahun lalu yang mencapai 610 juta ton. Artinya, keberadaan perusahaan-perusahaan tersebut tidak bisa diabaikan.
Ditambah lagi, salah satu komoditas andalan Indonesia yang diekspor ke luar negeri yakni minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) menemui hambatan bisnis seperti kampanye hitam dari Uni Eropa. Lantas, kini tinggal batubara saja yang bisa dimaksimalkan untuk ekspor.
Baca Juga: PTBA Kini Fokus Pada Pembangkit Tenaga Surya