Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Energi fosil hingga kini masih mendominasi dalam bauran energi di Indonesia. Kendati begitu, sejalan dengan dunia global, Pemerintah menyebut akan terus mendorong upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui efisiensi energi.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengakui bahwa hingga saat ini batubara masih berlimpah dan secara ekonomis menjadi pilihan utama dalam pemenuhan energi listrik. Kata dia, ketergantungan energi fosil masih tinggi, tapi pemerintah akan menjalankan komitmen ke masyarakat global untuk menggunakan energi fosil secara lebih bersih.
"Kami melakukan transisi untuk energi yang kami pakai agar lebih bersih, berkelanjutan, kompetitif, dan bisa diterima oleh masyarakat sendiri dan masyarakat global,” kata Rida sebagaimana yang dilansir di situs Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM seperti dikutip Kontan.co.id, Jumat (11/12).
Baca Juga: Persiapan MotoGP, PLN targetkan SUTT 150 kV Mataram-Incomer rampung pertengahan 2021
Rida menjelaskan setidaknya ada lima hal yang dilakukan Pemerintah untuk membuat energi fosil menjadi lebih bersih. Pertama, meneruskan co-firing dengan mencampurkan biomassa untuk bahan bakar PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap).
Kedua, dengan menerapkan Clean Coal Technology (CCT) untuk pembangkit baru dan beberapa sudah diterapkan. Ketiga, melanjutkan langkah lainnya adalah menjajaki penerapan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS).
“Beberapa PLTU yang sudah tua dan berumur 30 tahun dan dinilai sudah tidak lagi efisien dan sangat mahal maka kita akan menutupnya. Kita juga mempertimbangkan menjalankan moratorium PLTU baru, kita membatasi PLTU baru di Jawa dan mendorong pembangunan PLTU di mulut tambang,” sambung Rida.
Adapun, kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik per semester I/2020 sebesar 71 GW. Dari total kapasitas tersebut, batu bara masih mendominasi sebesar 35.220 MW (49,6%).
Total kapasitas tambahan pembangkit listrik yang akan dibangun hingga 2028 adalah sekitar 56,39 GW. Dari jumlah itu, total tambahan kapasitas PLTU dan PLTU Mulut Tambang (MT) dari tahun 2019 hingga 2028 sebesar 27.063 MW (48%).
“PLTU berbahan bakar batubara masih akan dikembangkan dalam lima tahun ke depan dan kemudian secara bertahap akan berkurang. Hingga 2028, Pemerintah menilai ketersediaan batu bara lebih dari cukup untuk pembangkitan listrik,” terang Rida.
Penjelasan tersebut disampaikan Rida dalam webinar bertajuk Prospek Pemanfaatan Batubara untuk Kebutuhan Listrik Indonesia, Kamis (10/12).
Baca Juga: PLN syaratkan ini bagi pengembang untuk mengikuti proyek EBT
Webinar yang diselenggarakan oleh Independent Research Advisory Indonesia (IRAI) ini juga menghadirkan narasumber Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang dan Kepala Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Desain BPPT Arie Rahmadi. CEO PT IRAI Lin Che Wei juga hadir dalam webinar tersebut.
Arthur menyebut batubara unggul dari sisi ketersediaan dan sesuai dengan target pemerintah agar listrik lebih terjangkau. “Ketersediaan batu bara di Indonesia ini melimpah dan ini sesuatu yang harus kita perhatikan dari aspek sustainability, lingkungan, dan sosial juga,” ujar Arthur.
Semanatra Arie Rahmadi menyampaikan teknologi untuk membuat batubara lebih bersih sudah tersedia. “Perpindahan dari subcritial unit ke supercritical dan ultra-supercritical sudah dilakukan. Artinya, teknologi sudah ada dan ini bisa mengurangi emisi Gas Rumah Kaca. Kita mengupayakan bagaimana agar batu bara tetap dipakai tapi tetap environmentally friendly,” pungkas Arie.
Selanjutnya: Batubara jadi barang kena pajak di omnibus law, PLN terbebani PPN 10%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News