Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) meramu strategi untuk menjaga keberlanjutan kinerja. OASA menyiapkan sejumlah proyek berbasis industri hijau, mulai dari proyek energi terbarukan hingga pengolahan sampah menjadi energi (waste to energy).
Direktur Utama Maharaksa Biru Energi, Bobby Gafur Umar mengungkapkan OASA akan fokus mengembangkan bisnis yang terkait dengan lingkungan (environmental related business). Di samping punya prospek pertumbuhan yang menarik, segmen bisnis ini bisa berkontribusi untuk mengatasi persoalan lingkungan.
Bobby menyoroti soal pengelolaan sampah. Merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2023, Indonesia memproduksi sebanyak 69,9 juta ton sampah per tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 72% sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa diolah.
Baca Juga: Maharaksa Biru (OASA) Bangun PLTSa Senilai Rp 2,6 Triliun di Tangsel
Dus, proyek waste to energy punya prospek bisnis menarik, sekaligus bisa menjadi salah satu solusi pengelolaan sampah, terutama di perkotaan. Pemerintah pun mendukung proyek ini melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang percepatan pembangunan instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL).
PSEL pun menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). "(Proyek PSEL) ini sudah menjadi prioritas pemerintah lama maupun pemerintah baru. Jadi perlu menjadi perhatian semua pihak bagaimana dampak lingkungan dan sosial apabila sampah tidak dikelola secara benar," ujar Bobby kepada Kontan.co.id belum lama ini.
OASA lantas tancap gas untuk menggarap proyek ini. Melalui unit usahanya, PT Indoplas Energi Hijau (IEH), OASA bermitra dengan China Tianying Inc (CNTY) untuk membangun fasilitas PSEL di Tangerang Selatan (Tangsel).
Konsorsium IEH dan CNTY akan menggarap fasilitas PSEL yang dapat mengolah 1.100 ton sampah per hari di TPA Cipeucang. Fasilitas ini akan memproses sekitar 1.000 ton sampah baru, ditambah 100 ton hasil pemilahan dari timbunan sampah lama yang ada di TPA Cipeucang.
Bobby menjelaskan, proyek PSELTangsel ini akan menggunakan teknologi Moving Grate Incenerator (MGI) yang bisa mengolah sampah secara lebih optimal. PSEL ini akan menghasilkan tenaga listrik dengan total kapasitas terpasang 23 Megawatt (MW)
Dari kapasitas tersebut, sekitar 15% akan dipakai untuk kebutuhan operasional pabrik. Dengan begitu, output tenaga listrik yang akan dialirkan ke jaringan PT PLN (Persero) mencapai sekitar 19,55 MW.
Baca Juga: Harga Bergerak Tidak Wajar, BEI Awasi Saham OASA dan NINE
Adapun, proyek PSEL dengan nilai investasi Rp 2,65 triliun ini ditargetkan rampung pada tahun 2028 dan beroperasi penuh pada 2029. Dalam perusahaan patungan (joint venture), IEH akan memimpin konsorsium dengan kepemilikan saham mayoritas.
"Kami sudah membungkus dengan skema project financing dengan mayoritas pendanaan dari luar negeri. Pendanaan untuk proyek ini akan kami copy dari proyek CNTY sebelumnya (di luar negeri), termasuk yang di Vietnam," terang Bobby.
Tak hanya PSEL Tangsel, OASA juga punya proyek serupa di Jakarta. Skala proyek PSEL di Jakarta bahkan lebih besar, dengan kapasitas pengolahan sampah mencapai 2.000 ton per hari.
Bobby meyakini, proyek PSEL bisa menjadi metode waste to energy yang tepat untuk mengatasi masalah sampah perkotaan yang semakin menggunung. "Kami berharap proyek yang di Jakarta bisa segera on kembali, karena kami sudah memiliki persiapan dari sisi lahan, teknologi maupun pendanaan," tegas Bobby.
OASA selanjutnya akan menjajaki potensi ekspansi proyek PSEL ke kota-kota lainnya. Bobby mengatakan, proyek waste to energy bakal jadi penopang kinerja OASA di masa depan.
OASA akan bisa membukukan pendapatan sejak masa konstruksi. Sebab, kontraktor utama dari proyek ini akan dikerjakan oleh anak usaha OASA. "Kami melihat dari capex pembangunan, minimal 30% bisa porsi lokal. Jadi selama pembangunan, OASA bisa mengisi porsi lokal itu," terang Bobby.
Dus, bisnis ini akan mengalirkan pendapatan sejak kontruksi, hingga pengoperasian PSEL dengan masa konsesi selama 27 tahun - 30 tahun. "Jadi bisnis kami akan berkelanjutan. Mulai saat konstruksi, pendapatan tetap saat beroperasi, hingga kredit karbon yang nantinya bisa menjadi nilai tambah," terang Bobby.
Selain bisnis waste to energy, OASA juga mengembangkan bisnis bio energy. OASA telah memiliki pabrik biomassa di Bangka yang beroperasi sejak awal tahun 2024. Pabrik tersebut memiliki kapasitas rata-rata sekitar 2.500 - 3.000 ton per bulan, yang akan mulai ditingkatkan mulai tahun ini.
Bobby mengatakan, bisnis biomassa punya prospek menarik. Sejalan dengan program co-firing PLN untuk mencampur bahan bakar batubara dengan biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Ke depan, Bobby pun memproyeksikan proyek-proyek berbasis energi terbarukan akan menopang kinerja OASA. Bobby memprediksi nantinya kontribusi dari sektor ini bisa mencapai 70% terhadap pendapatan konsolidasi OASA.
Selanjutnya: Gaji ke-13 ASN dan Pensiunan Cair, Lebih dari Rp30 Triliun Dikucurkan Kemenkeu
Menarik Dibaca: BCA Hadirkan Layanan Transaksi Mata Uang Won Korea Selatan (KRW), Berikut Promonya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News