Reporter: Dimas Andi, Filemon Agung | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akhirnya buka suara mengenai harga bahan bakar minyak (BBM). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak ada perubahan harga eceran BBM pada bulan ini alias masih sama seperti harga pada April 2020.
Pemerintah tidak berani menurunkan harga BBM meski sejumlah kalangan menilai peluang itu sangat mungkin terjadi. Pemerintah berdalih ingin memastikan dampak kesepakatan pemangkasan produksi minyak secara bertahap di antara negara anggota OPEC dan non OPEC.
Pemangkasan produksi minyak selama bulan Mei-Juni 2020 sebanyak 9,7 juta barel. Lalu pada semester II 2020 sebesar 8 juta barel. Pemangkasan produksi minyak kemungkinan akan berlanjut pada medio 2021 hingga 2022 mencapai 6 juta barel.
Rencana pemangkasan produksi minyak dan nilai kurs yang tidak stabil menyebabkan harga minyak mentah dunia masih bakal volatil. "Diperkirakan harga akan rebound ke US$ 40 per barel pada akhir tahun makanya kami masih cermati perkembangan terutama di Bulan Mei dan Juni," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Virtual bersama Komisi VII DPR RI, Senin (4/5).
Lagi pula, pemerintah mengklaim jika harga BBM eceran di Indonesia tergolong murah jika dibandingkan dengan negara-negara Anggota ASEAN yang lain. Sebelum pandemi Covid-19 merebak, pemerintah melalui PT Pertamina juga telah menurunkan harga BBM harga pada Januari dan Februari tahun ini.
Sementara volume penjualan bensin per April turun 29,80% atau menjadi 65.670 kiloliter (kl) ketimbang penjualan pada periode nomal yag sebanyak 93.550 kl. Penjualan Solar pun berkurang sebesar 18,69% menjadi 33.580 kl. Padahal, biasanya Solar bisa terjual hingga 41.300 kl.
Kementerian ESDM menyadari, harga jual Solar di Indonesia termasuk tinggi. Namun kementerian tersebut mengaku sudah cukup lama mempertahankan harga jual, Bahkan, di tengah keputusan negara-negara lain yang sempat pasang harga tinggi.
Belum lagi, pemerintah menanggung subsidi untuk Solar dan Premium. Adapun badan usaha banting harga ketika menjual Pertalite. "Filipina itu menjual BBM setara Pertalite sebesar Rp 10.000 per liter dan Laos di kisaran Rp 14.000 per liter atau jauh lebih tinggi dari harga jual di tanah air," tutur Arifin.
Sementara Pertalite, Premium dan Solar mendominasi 70% pangsa pasar BBM dalam negeri. Khususnya, dagangan Pertamina. Pemerintah mengaku, kondisi saat ini saja sudah menjadi pukulan berat bagi para badan usaha.
Sehari sebelumnya, Minggu (3/5), Vice President Corporate Secretary Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, harga BBM subsidi maupun non subsidi di seluruh SPBU Pertamina tetap sama. Menurut manajemen perusahaan itu, kondisi sekarang tampak tidak normal karena ada wabah virus korona. Sementara dampak di setiap negara berbeda.
Institute Development of Economic and Finance (Indef) tak heran jika volume penjualan BBM turun. Dalam kondisi sulit begini, konsumsi memang mengempis karena daya beli masyarakat yang lemah. Jadi penurunan harga BBM akan sangat membantu masyarakat menurunkan pengeluaran transportasi serta biaya barang dan jasa.
Oleh karena itu, peninjauan ulang harga BBM mesti dilakukan lebih cepat karena perkembangan harga minyak sangat dinamis. Ketika terjadi penurunan nilai dari salah satu komponen hingga lebih dari 5%, sudah seharusnya terjadi perubahan penghitungan pula. Apalagi sejumlah lembaga juga memproyeksikan harga minyak tidak mungkin kembali ke level US$ 50 hingga US$ 60 per barel sampai akhir tahun nanti.
Telanjur kontrak
Namun tampaknya pemerintah bimbang karena menghadapi dilema. Pemerintah di sisi lain juga berupaya menjaga kondisi keuangan internal Pertamina. Makanya Indef menyarankan agar pemerintah menurunkan harga BBM secara bertahap hingga kisaran 20%. Jadi kalaupun nanti harga minyak dunia kembali terungkit, pemerintah bisa menaikkan harga lagi.
Apabila pemerintah tak juga menurunkan harga BBM, Indef menduga penyebabnya adalah kontrak impor minyak yang dibeli oleh Pertamina dengan asumsi harga normal alias sebelum pandemi korona terjadi.
Karena kalau harga turun, otomatis Pertamina bakal merugi. "Pemerintah belum berani menurunkan harga sekarang karena hitungannya masih rugi, mungkin saja dengan kapasitas kilang sudah full sementara distribusi atau suplai merosot," kata Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Indef.
Berdasarkan data Global Petrol Prices, harga gasoline alias bensin Indonesia pada 27 April 2020 sebesar US$ 0,59 per liter atau berada di urutan keempat paling murah di antara negara-negara anggota kawasan ASEAN.
Harga bensin Indonesia masih lebih mahal jika dibandingkan harga jual Malaysia, Myanmar dan Vietnam. Bahkan Malaysia hanya menetapkan harga bensin kadar oktan 95 sebesar US$ 0,29 per liter. Sementara Myamar da Vietnam masing-masing mematok harga US$ 0,37 per liter dan US$ 0,50 per liter.
Demikian pula jika merujuk data Kementerian ESDM yang disampaikan dalam RDP dengan komisi VII kemarin. Pada 1 Mei 2020, Indonesia hanya unggul pada Bensin RON 88 dengan catatan harga termurah Rp 6.450 per liter. Masalahnya, pada periode yang sama, negara lain tak memiliki produk tersebut.
Harga BBM lain di Indonesia juga masih di atas Malaysia dan Myanmar. Lantas, sebagian harga BBM Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan Thailand dan Laos.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News