kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menjerat godfather tambang batubara Banjarmasin


Sabtu, 05 April 2014 / 10:40 WIB
Menjerat godfather tambang batubara Banjarmasin
ILUSTRASI. Spanduk himbauan menerapkan protokol kesehatan pada pusat perbelanjaan di Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/5). (KONTAN/Baihaki)


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Hendra Gunawan

MATAHARI belum sepenuhnya terbit. Tetapi bunyi perahu klotok orang Banjar seolah memecah kesunyian subuh di kota seribu sungai, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Detak kehidupan pun kembali berjalan. Penduduk mulai mengawali aktivitas harian mereka, mulai dari mencuci dan mandi. Semua aktivitas dilakukan di bantaran sungai Barito. Sungai terlebar di Indonesia itu, ditimpali dengan hiruk pikuk aktifitas warga.

Matahari makin tinggi saat para pedagang berkumpul di pasar apung terletak di Muara Kuin. Tampak beberapa warga menikmati hangatnya soto Banjar di atas kapal, tepat di sungai Barito.

Menjelang pukul 08.00 WIT, keramaian pasar apung mulai memudar. Satu per satu, pedagang meninggalkan pasar yang sudah ada sejak zaman Kesultanan Banjar pada abad ke 15.

Tetapi di sisi sungai lain, tampak kapal-kapal tongkang bermuatan ribuan metrik ton (MT) batubara tengah bersandar. Deretan kapal tongkang itu memberi pemandangan lain. Tak heran, Banjarmasin dan Kalimantan Selatan (Kalsel) umumnya dikenal sebagai daerah penghasil emas hitam di Indonesia.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batubara di Kalsel 2013 mencapai 148 juta ton atau 35% dari produksi nasional yang mencapai 421 juta ton.

Banyak perusahaan tambang besar hidup di wilayah ini. Sebut saja PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Antang Gunung Meratus dan masih banyak lainnya. Ada 845 perusahaan pemegang izin usah pertambangan di Kalsel. "Ada 137 IUP yang belum clear and clean," kata Direktur Pembinaan Program Minerba, Paul Lubis.

Tapi keberadaan usaha tambang juga tak terasa bagi warga. Sebab tiap malam masih saja listrik di sana, byarpet meski daerah ini adalah penghasil energi.

Bahkan lampu jalan dari Bandara Syamsudin Noor hingga pusat kota Banjarmasin banyak yang mati. Jalan raya tidak mulus. "Manfaat pertambangan tak kami rasakan," kata Ade, pegawai hotel di Banjarmasin.

Ini membuktikan keberadaan lahan pertambangan di Kalsel tidak menguntungkan. Apalagi dalam pantauan Direktorat Jenderal Pajak, banyak perusahaan tambang di wilayah ini tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Alhasil banyak perusahaan penghasil batubara di Kalsel tak membayar pajak.

Kondisi yang sama juga terjadi di wilayah lain. Ditjen Pajak mencatat potensi kerugian negara dari sektor pertambangan bisa mencapai Rp 15 triliun. "Belum ditambah dengan angka penyelundupan yang mencapai 150 juta ton," kata Ditjen Pajak Fuad Rahmany, pekan lalu.

Polda Kalsel menyebutkan pada 2013 lalu terjadi penyelundupan dengan kerugian sekitar Rp 78,3 miliar. Tahun ini, sampai Maret kerugian diperkirakan mencapai Rp 15,1 miliar.

Tak heran jika kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) geram. KPK menuding tata kelola pertambangan minerba amburadul. Kini komisi anti rasuah ini membidik para pelaku kejahatan tambang.

"Sektor swasta memang harus disentuh, jangan sampai pengusaha jadi godfather, lama-lama mafia tambang," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas. Aksi KPK ini yang kini ditunggu warga Banjarmasin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×