Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen secara resmi mencapai political agreement dalam Perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Kesepakatan ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperluas pasar ekspor ke kawasan Uni Eropa.
Baca Juga: Selangkah Lagi Rampung! Ini Poin-Poin Penting Kesepakatan IEU-CEPA
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai bahwa IEU-CEPA bisa menjadi instrumen strategis untuk memperkuat daya saing dan memperluas akses pasar bagi produk unggulan Indonesia.
Beberapa sektor yang dinilai memiliki potensi besar antara lain minyak sawit dan turunannya, tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, elektronik, hingga perhiasan dan kerajinan.
“Pintunya sudah terbuka, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya secara maksimal. Iklim usaha dan iklim inovasi di dalam negeri perlu diperbaiki secara serius agar produk kita bisa bersaing,” ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Senin (14/7).
Menurutnya, peluang dari IEU-CEPA menjadi semakin relevan di tengah dinamika global, termasuk meningkatnya proteksionisme dan tarif dagang dari Amerika Serikat (AS). Pasar Eropa pun dinilai menyimpan potensi yang lebih besar dalam jangka panjang.
Baca Juga: IEU-CEPA Berpotensi Dongkrak Ekspor Mebel ke Eropa hingga 25%
“Ini bukan sekadar peluang untuk mengalihkan pasar dari AS ke Eropa, tetapi juga untuk memperluas cakupan ekspor Indonesia secara keseluruhan,” katanya.
Namun demikian, Wijayanto menekankan bahwa kesepakatan seperti IEU-CEPA tetap memerlukan kesiapan domestik.
Pemerintah perlu mendorong peningkatan daya saing produk dalam negeri, serta memperkuat promosi dan advokasi perdagangan.
“Sering kali hambatan tarif memang sudah diturunkan, tapi hambatan non-tarif masih muncul. Pemerintah perlu hadir, bekerja sama dengan pelaku usaha untuk membuka pasar dan memastikan produk kita diperlakukan secara adil sesuai prinsip IEU-CEPA,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) seperti IEU-CEPA merupakan kebutuhan yang tak terelakkan di era keterhubungan ekonomi global. Tanpa FTA, efisiensi produksi sulit dicapai.
“Jika kita mampu meningkatkan daya saing dan menyediakan produk yang dibutuhkan negara mitra, FTA akan sangat menguntungkan. Tapi jika tidak, pasar kita justru bisa dikuasai produk asing,” tegasnya.
Baca Juga: Celios: Kesepakatan IEU-CEPA Bisa Kurangi Ketergantungan Ekspor ke AS
Sebagai perbandingan, Wijayanto mengutip pengalaman Indonesia dalam FTA dengan China yang justru memperlebar defisit perdagangan. Meski begitu, dampaknya tidak sepenuhnya negatif.
“Konsumen mendapatkan akses terhadap barang murah dan berkualitas. Banyak produk impor tersebut juga menjadi penopang industri manufaktur kita. Ada industri yang terpuruk, tapi juga ada yang bangkit,” pungkasnya.
Selanjutnya: Prospek Industri Baja Dibayangi Dampak BMAD China dan Tarif Resiprokal AS
Menarik Dibaca: Penjualan Tiket KA Paling Banyak Lewat Access by KAI, Total Transaksi 12,6 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News