Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Nantinya, BPET ini menjalankan sejumlah tugas. Diantaranya, menyediakan pembiayaan bagi pembangunan infrastriktur EBT, berfungsi sebagai penjamin investasi, mengelola dana keberlanjutan EBT, menetapkan besaran dan mekanisme dalam penerapan Feed in Tariff, serta mengimplementasikan target di dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Usulan serupa juga disampaikan oleh MKI. Sekretaris Jenderal MKI Andri Doni mengatakan, untuk mencapai target 23% pada tahun 2025 sesuai dengan komitmen Kesepakatan Paris, maka diperlukan akselerasi. Adanya badan khusus pengelola energi terbarukan dinilai dapat mendongkrak realisasi pemanfaatan EBT.
"Tidak bisa kita lakukan dengan business as ussual, harus ada akselerasi. Kita sarankan untuk dibentuk badan pelaksana. Bisa dibentuk baru, bisa memberdayakan badan yang sudah ada," katanya.
Dalam kesempatan berbeda, sejumlah asosiasi EBT juga mendorong adanya pembentukan badan khusus ini. Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Andhika Prastawa menilai, badan khusus ini bisa memegang tanggung jawab dalam perencanaan, pengelolaan dan pengendalian pelaksanaan EBT, termasuk dalam membentuk keberlanjutan pasar.
Namun, Andhika meminta agar Badan Pengelola ET itu harus bersifat independen dari Kementerian, namun terkoordinasi dengan Dewan Energi Nasional. "Dengan demikian lebih terkonsentrasikan tugas dan fungsinya dan lebih leluasa dalam bentindak," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (17/9).
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Panas Bumi Priyandaru Effendi. "Bagus kalo ada badan pengelola ET sebagai vehicle pemerintah dalam mengatasi perbedaan antara harga jual dan beli," ungkapnya.
Baca Juga: Dorong pemanfaatan energi surya, ini strategi yang disiapkan pemerintah
Namun, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meminta fungsi badan khusus pengelola EBT tersebut kembali dikaji dan diperjelas. "Apakah mirip seperti ARENA Australia atau SEDA di Malaysia atau SECI di India? Tapi bisa saja pemerintah membuat badan seperti SECI untuk melakukan pengembangan project pipeline dan lelang proyek-proyek energi terbarukan, non-hydro dan panas bumi," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa pihaknya akan menampung masukan tersebut. Kata dia, Komisi VII masih akan menggelar sejumlah RDPU untuk mendengar masukan dari stakeholders lainnya.
Saat ini, RUU EBT masuk ke dalam Program Legislasti Nasional (Prolegnas) tahun 2019-2024 dan menjadi Prolegnas Prioritas pada 2020 ini. Komisi VII telah menyusun draft RUU dan ditargetkan sudah final menjadi RUU EBT pada akhir tahun nanti, sehingga bisa segera dibahas bersama pemerintah.
"Banyak masukan yang sudah ada di dalam draft RUU. Tambahan yang diterima dalam RDPU akan dijadikan bahan kajian. Akhir tahun targetkan akan diajukan ke pemerintah," kata Eddy kepada Kontan.co.id, Kamis (17/9).
Selanjutnya: Genjot investasi EBT, Kementerian ESDM bakal buat regulasi tarif EBT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News