Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo
Riset terbaru yang dilakukan oleh Universitas Oxford di tahun 2018 menunjukkan, tingkat efisiensi pemanfaatan perovskite hingga menyentuh angka 25% bahkan pada bulan Desember 2018 bisa mencapai 28%. Hingga saat ini, para saintis terus mengembangkan riset tersebut untuk dikomersilkan secara masal sejak diteliti pada tahun 2012.
Baca Juga: Karpet merah BUMN di bisnis pertambangan mineral dan batubara
Pemanfaatan matahari di Indonesia sebagai sumber energi dinilai Nanang sebagai langkah yang tepat. Hal ini mempertimbangkan sifat matahari sebagai sumber energi yang tidak terbatas. "Setiap jam, matahari memberikan energi sebesar 430 quintillion (10 pangkat 18) Joules dan lebih dari 410 quintillion (10 pangkat 18) Joules telah dikonsumsi sepanjang tahun," terangnya.
Menurut International Energy Agency (IEA), tenaga surya telah menyuplai sekitar 592 Giga Watt atau hanya sekitar 2,2% saja dari pemakaian tenaga listrik dunia sebesar 26,571 Giga Watt di tahun 2018. Setelah maraknya pemasangan Photovoltaic (PV), maka pemakaian tenaga surya meningkat menjadi 100 Giga Watt atau 20% dari pemakaian listrik dunia. Lebih dari 90% pemasangan panel photovoltaic (PV) dibuat dari Kristal silicon.
Hal ini sejalan dengan semakin kompetitifnya rata-rata harga listrik pembangkit tenaga surya. Berdasarkan laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), pembangkit tenaga surya sudah sangat kompetitif dibandingkan pembangkit dari energi fosil, seperti dari minyak, gas dan batubara, dengan rata-rata harga listrik turun sekitar 75% atau di bawah US$ 10 cent per KWh.