Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona atawa Covid-19 berdampak pada banyak sektor tak terkecuali sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Nah, untuk meminimalisir dampaknya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengajukan sembilan permintaan kepada pemerintah.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, permintaan kepada pemerintah terdiri dari, pertama, penundaan biaya pencadangan Abandonment Site Restoration (ASR).
"Semua Wilayah Kerja (WK) diprediksi terdampak dan diharapkan dengan penundaan akan ada perbaikan cashflow oleh kontraktor," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat Virtual dengan Komisi VII, Selasa (28/4).
Baca Juga: Hore, produksi migas Pertamina Hulu Mahakam di kuartal I-2020 lampaui target
Kedua, pemberlakuan tax holiday untuk pajak penghasilan bagi semua WK. SKK Migas pun telah melakukan kordinasi dengan Indonesian Petroleum Association (IPA) serta Kementerian Keuangan terkait permintaan ini.
SKK Migas juga mengajukan sejumlah permintaan insentif kepada Kementerian Keuangan. Ini masuk pada permintaan ketiga, yakni penundaan atau penghapusan PPN LNG melalui penerbitan revisi PP 81.
SKK Migas memastikan insentif tersebut dibutuhkan bagi semua WK yang menjual produk LNG. "Bisa berdampak pada perbaikan cashflow kontraktor. Telah dilakukan harmonisasi dan saat ini membutuhkan tandatangan Kemenkeu," jelas Dwi.
Keempat, kebijakan tidak mengenakan biaya pada Barang Milik Negara Hulu Migas yang ditargetkan kepada semua WK yang baru menandatangani kontrak kerja sama di WK Eksploitasi.
Adapun, pada 9 April 2020 lalu, SKK Migas telah melakukan pembahasan bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Kelima, penghapusan biaya pemanfaatan Kilang LNG badak sebesar US$ 0,22 per mmbtu bagi semua WK yang produksi gasnya masuk ke sistem Kalimantan Timur. SKK Migas memprediksi penerapan insentif ini bakal berdampak sebesar 3,6% dari gross revenue dengan penerapan harga gas sebesar US$ 6 per mmbtu.
Baca Juga: Harga BBM tak kunjung turun, KPPU berencana minta keterangan ESDM
Ia melanjutkan, SKK Migas telah melakukan pembahasan dengan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan pembahasan ini masih akan terus berlanjut.
Keenam, pemberlakuan penundaan atau pengurangan hingga 100% dari pajak-pajak tidak langsung kepada WK Eksploitasi.
"Estimasi dampaknya yakni 4% - 12% dari gross revenue (untuk gross split) dan 4% dari cost (untuk cost recovery). Statusnya, Menkeu akan mengeluarkan PMK untuk penundaan pajak," ungkap Dwi.
Ketujuh, SKK Migas juga mengharapkan dukungan dari Kementerian Keuangan serta Kementerian Perindustrian khususnya yang membina industri pendukung hulu migas (industri baja, rig, jasa dan
service, dll) terhadap pembebasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas (pemboran, dll).
Hal ini dinilai perlu dilakukan demi menjaga keekonomian usaha sektor penunjang migas.
Delapan, dukungan agar gas dapat dijual dengan harga diskon untuk volume di antara ketentuan take or pay (TOP) dan daily contract quantity (DCQ).
Baca Juga: SKK Migas umumkan tiga temuan eksplorasi sepanjang kuartal I 2020
Dan terakhir meliputi pemberian insentif pada semua WK dengan tujuan untuk memberikan perbaikan keekonomian pengembangan lapangan.
"Dukungan untuk pertimbangan keekonomian, memberikan insentif (untuk batas waktu tertentu) seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara (misalnya sliding scale), Domestic Market
Obligation (DMO) full price," pungkas Dwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News