kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Morowali Industrial (IMIP) merajai produksi nikel olahan di Indonesia


Selasa, 20 Oktober 2020 / 15:32 WIB
Morowali Industrial (IMIP) merajai produksi nikel olahan di Indonesia
ILUSTRASI. Kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam tempo yang relatif singkat, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) mampu mengubah peta produsen nikel olahan di Indonesia. Menggeser PT Vale Indonesia Tbk (INCO), sejak 2018 IMIP sudah menguasai separuh produksi nikel olahan di Indonesia.

Dalam webinar mengenai hilirisasi nikel pekan lalu, CEO PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus membeberkan bahwa maraknya produksi nikel olahan di Morowali tidak lah sekali jadi. Dengan menggandeng investor dari China, industri olahan nikel dibangun mulai tahun 2013. 

Dia bercerita, pembangunan dimulai dari nol, tanpa infrastruktur penunjang seperti pembangkit listrik. Bahkan untuk menunjang pengerjaan konstruksi, IMIP harus membangun sendiri pembangkit listrik diesel seebsar 6 x 3 megawatt (MW).

"Oksigen juga tidak cukup, jadi kami bangun oksigen plant. Air bersih juga sama, perumahan juga harus dibangun. Pelabuhan juga kami bangun. Kalau di Jawa semua sudah ada, di sini tidak, itu lah tantangan yang besar," jelas Alex.

Awal tahun 2014, fasilitas pengolahan nikel (smelter) pertama pun dibangun dengan kapasitas saat itu sebesar 300.000 ton Nikel Pig Iron (NPI). Tak berhenti sampai di situ, industri nikel olahan Morowali berkembang pesat dalam rentang 2015-2019

Baca Juga: Enggan akuisisi PLTU Paiton, ini fokus Adaro Energy (ADRO) di bisnis kelistrikan

"Investor kita ini berpikir untuk mengembangkan berikutnya. Antara 2015-2019 dibangun lah. Totalnya hari ini kita punya 32 line (fasilitas produksi)," ungkap Alex.

Hingga akhir tahun, fasilitas produksi ditarget terus bertambah hingga mencapai 40 line. Dengan kapasitas itu, kebutuhan bijih nikel (ore) yang mampu diserap sebagai bahan baku mencapai 25 juta metrik ton (MT).

Dengan kapasitas pengolahan nikel itu, produk nikel olahan yang dihasilkan IMIP tak hanya berupa NPI, melainkan sampi ke stainless steel dan carbon steel. Kapasitas yang dimiliki IMIP mampu memproduksi 3 juta MT stainless steel dan juga 3,5 juta MT carbon steel.

Tak hanya sampai industri stainless steel saja, Alex mengatakan bahwa IMIP juga sedang bergerak di produk nikel untuk bahan baku baterai mobil listrik, melalui pengolahan High Pressure Acid Leaching (HPAL). Paling tidak sudah ada empat perusahaan yang berencana melakukan investasi untuk memproduksi katoda nikel sulfat dan cobalt sulfat melalui HPAL.

Jika berjalan lancar, olahan nikel dengan jenis produk seperti ini akan menjadi yang terbesar di dunia. "Total ada 240.000 nikel murni kapasitasnya. Ini terbesar di dunia, kalau jadi. Di Morowali ada mini plant untuk proses ekstraksi HPAL, kita coba terus. Kira kira investasi US$ 3 miliar," ungkap Alex.

Merujuk pada data yang dipaparkan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif, pada tahun 2014, produksi nikel masih dikuasai oleh Vale dengan porsi 77%. Disusul Antam dengan 19% dan perusahaan lainnya sebanyak 3%. 

Namun, peta industri hilir nikel hingga produk setengah jadi (intermediate product) itu telah berubah dengan drastis. Pada 2018, IMIP sudah menguasai 50% dari produksi hilir nikel di Indonesia. 

Porsi Vale pun susut jadi 22% dan Antam hanya 5% saja. Perusahaan nikel BUMN itu bahkan sudah tersalip oleh Virtue Dragon yang memegang porsi produksi nikel sebesar 11%, Harita Group 6% dan perusahaan lainnya sebanyak 6%.

"Apa yang terjadi pada 2023, pasti komposisinya akan berubah drastis lagi. Luar biasa perkembangannya," ungkap Irwandy dalam webinar tentang pemanfaatan nikel yang digelar Selasa (13/10).

Menurut Irwandy, industri hilir nikel semakin kompetitif dan masih menjanjikan, baik untuk pengembangan industri berbasis stainless steel maupun untuk industri baterai. Sayangnya, hingga sekarang seluruh produk yang dihasilkan smelter di Indonesia masih dalam intermediate product atau produk setengah jadi.

Baca Juga: Restrukturisasi utang tunjukan sinyal merah, investor perlu cermati ini

Secara keseluruhan, lebih dari 90% produk smelter Indonesia masih berupa produk berbasis NPI. "Perkembangan produksi smelter cukup signifikan, tetapi 99%, atau semuanya 100% masih intermediate produk. 90% lebih adalah produk NPI," ujar Irwandy.

Berdasar data dari Kementerian Perindustrian, dalam 5 tahun terakhir, Tsingshan Group dan Jiangsu Delong Group sangat agresif dalam mengembangkan industri olahan nikel di Sulawesi dan Maluku. Hal itu tergambar dari maraknya pembangunan fasilitas pengolahan nikel di sana.

Di Morowali, paling tidak ada 6 fasilitas pengolahan nikel yang dibangun Tsingshan Group pada 2015-2018, dengan mengolah nikel menjadi aneka produk seperti NPI, Fero Nikel, Stainless Steel, SS Slabs, SS HRC, fan Carbon. Selain itu, Tsingshan Group juga mengembangkan fasilitas olahan nikel di Weda Bay untuk memproduksi FeNi Ore dan nikel (NPC).

Sedangkan di Konawe, investor yang agresif adalah Jiangsu Delong melalui Virtue Dragon yang mengolah nikel menjadi NPI dan Stainless Steel serta Obsidian Stainless Steel yang memproduksi SS Billets.

Adapun, saat ini ada 19 smelter nikel yang beroperasi. 11 smelter nikel mengantongi izin usaha operasi dari Kementerian ESDM. Dari sisi penambang, merujuk pada data Kementerian ESDM,  ada 292 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 4 Kontrak Karya.

Namun dari jumlah tersebut, hanya ada 11 IUP OP dan 1 KK yang menjadi pemasok 11 smelter pemegang IUP OPK dari Kementerian ESDM. Secara keseluruhan, pada tahun 2019, produksi nikel matte sebesar 72.000 ton. Produksi FeroNikel 1,1 juta ton dan produksi NPI sebanyak 781.000 ton.

Selanjutnya: Ini daftar insentif hilirisasi batubara, mulai izin seumur tambang hingga royalti 0%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×