Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa pemerintah kembali memberikan insentif bagi pembelian motor listrik dengan skema yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Asal tahu saja, insentif kali ini berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), bukan lagi subsidi langsung sebesar Rp 7 juta seperti sebelumnya. Skema ini mengikuti kebijakan serupa yang sudah diterapkan pada mobil listrik.
Menanggapi kebijakan ini, pakar otomotif sekaligus Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menilai bahwa subsidi langsung sebesar Rp 7 juta lebih menguntungkan dibandingkan skema PPN DTP.
Menurutnya, subsidi langsung memberikan dampak yang lebih besar terhadap harga jual motor listrik di pasaran. “Jika subsidi Rp 7 juta diterapkan, misalnya pada motor listrik seharga Rp 30 juta, maka konsumen hanya perlu membayar Rp 23 juta," ujar Yannes kepada KONTAN, Jumat (21/2).
Baca Juga: Diskon Pajak Motor Listrik Ditargetkan Meluncur Bulan Ini, Begini Respon ALVA
Sedangkan dengan skema PPN DTP yang menanggung pajak 11%, nilai insentifnya hanya sekitar Rp 3,3 juta. Jadi, subsidi langsung lebih menguntungkan konsumen karena pengurangan harganya lebih besar,” jelas Yannes.
Namun, meskipun insentif PPN DTP memberikan sedikit angin segar bagi industri, dampaknya dinilai masih terbatas. Dengan kondisi ekonomi yang stagnan dan meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang merupakan pembeli terbesar varian bawah sepeda motorcenderung menurun.
“Keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh kemampuan finansial konsumen. Jika pendapatan masyarakat terus menurun, insentif seperti ini mungkin tidak cukup untuk menggerakkan pasar secara signifikan,” tambahnya.
Baca Juga: Insentif Motor Listrik Diubah! Mampukah Kebijakan Baru Ini Dongkrak Penjualan?
Lebih lanjut, Yannes menyoroti bahwa meskipun diskon pajak sekitar 11% memang mengurangi harga sepeda motor listrik, harga jualnya tetap lebih mahal sekitar 25%-30% dibandingkan sepeda motor berbahan bakar bensin (ICE) dalam kelas yang sama.
Tantangan utama dalam pembelian sepeda motor listrik terletak pada biaya kepemilikan awal yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan sepeda motor ICE konvensional.
Secara keseluruhan, kesiapan industri otomotif Indonesia dalam menghadapi lonjakan permintaan motor listrik menunjukkan perkembangan positif, meskipun masih ada tantangan yang harus diatasi. Yannes menekankan bahwa ada beberapa faktor penting yang harus diperhatikan untuk mempercepat pertumbuhan pasar motor listrik di Indonesia.
“Pertama, ekonomi makro harus bertumbuh kembali untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Kedua, pengembangan infrastruktur pengisian daya harus terus didorong," ujarnya.
Ketiga, diperlukan kebijakan yang lebih jelas untuk jangka panjang. Dan keempat, edukasi konsumen mengenai efisiensi biaya operasional motor listrik yang hanya sekitar 20% dari motor ICE konvensional sangat penting untuk mendorong pertumbuhan pasar.
Baca Juga: Industri Ramai-Ramai Menagih Insentif Motor Listrik
Selanjutnya: Hujan Guyur Semua Wilayah, Cek Ramalan Cuaca Besok (22/2) di Jawa Barat
Menarik Dibaca: Hujan Guyur Semua Wilayah, Cek Ramalan Cuaca Besok (22/2) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News