kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pariwisata di Morotai kini menjadi harapan bagi para perajin pernak pernik


Jumat, 13 September 2019 / 09:58 WIB
Pariwisata di Morotai kini menjadi harapan bagi para perajin pernak pernik
ILUSTRASI. Aneka produk kerajinan warga Pulau Kolorai, Morotai.


Reporter: Agung Hidayat, Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

Welhelmus mengatakan tantangan selain mengembangkan potensi UKM ialah bagaimana mengajarkan kepada masyarakat cara pemasaran yang efektif. Untuk itu, ia menyebut bahwa pihaknya menyusun beberapa pelatihan guna menyokong keberadaan industri-industri kecil tersebut.

“Jadi supaya ada kontinuitas produksi. Dari segi kualitas dan kuantitas juga harus mencukupi,” ungkapnya.

Baca Juga: Begini upaya Sahid Group mendorong pariwisata di Morotai

KONTAN pun melakukan penelusuran ke beberapa sentra UKM yang memiliki potensi untuk menopang kepariwisataan di Morotai. Dari hasil telusur KONTAN tampak bahwa UKM di Morotai butuh dorongan serius dari pemerintah setempat.

Seperti pada UKM kerajinan tempurung kelapa, beberapa rumah yang memiliki plang kerajinan tempurung kelapa tidak ada aktivitas pekerjaan dan jual-beli. Sanggarupa Tigalu Ole-Ole Tampurung Kelapa misalnya, tempat di Morotai Utara tersebut sudah tidak memproduksi barang baru dan tidak ada instalasi produk lagi.

Kerajinan besi putih khas Morotai pun tak kalah mengkhawatirkan. Menurut salah satu pengrajin besi putih di Daruba, Darwin Wadaka, saat ini jumlah pengrajin besi putih menurun drastis.

Baca Juga: Bangun kembali Papua dan Papua Barat, pemerintah siapkan Rp 100 miliar

Darwin mengatakan, saat ini jumlah pengrajin besi putih di Daruba hanya tinggal 20 pengrajin. Padahal, di tahun 2016 saja, jumlahnya masih sekitar 60 pengrajin. “Dulu di sini pusatnya, tapi sekarang pada sibuk masing-masing mencari pekerjaan yang lain,” kata Darwin.

Padahal, dari sisi keekonomian, kerajinan besi putih cukup menjanjikan. Darwin mencontohkan kerajinan pedang katana yang berasal dari tempaan besi putih. Ia bilang, peminatnya cukup banyak dan berasal dari kota besar, seperti Jakarta.

Satu pedang katana Darwin jual seharga Rp 2,5 juta. “Tapi teman saya yang jual di Jakarta bisa jadi Rp 10 juta. Yang banyak pesen memang dari Jakarta, kita kirim lewat paket logistik,” ungkapnya.

Sementara, harga rerata bahan baku besi putih hanya sekitar Rp 600-Rp700 ribu untuk satu lempengan. Darwin mengatakan, bahan baku pembuatan kerajinan besi putih yang mengandalkan besi-besi peninggalan Perang Dunia II sekarang memang lebih terbatas.

Alasannya, penggunaan besi bekas Perang Dunia II yang tenggelam di bawah laut sudah dilarang. Namun, Darwin mengaku bahan baku besi putih masih bisa didapatkan. Apalagi, bahan baku bisa dipasok dari daerah lain, seperti dari Biak.

Baca Juga: Perkenalkan bido, kelapa berpohon pendek asli Pulau Morotai

Namun, penjualan kerajinan besi putih butuh dukungan dari pemerintah daerah. Hal itu pun dikeluhkan oleh Abdul Naim, salah seorang penjual kerajinan besi putih. Ia menyebut, wisatawan peminat besi putih kian berkurang. Naim berharap, pemda bisa memberikan perhatian khusus dan membantu promosi dan penjualan besi putih.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×