kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku industri kompak memangkas anggaran 2020


Senin, 18 Mei 2020 / 04:10 WIB
Pelaku industri kompak memangkas anggaran 2020


Reporter: Agung Hidayat, Anggar Septiadi, Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anastasia Lilin Yuliantina

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri Tanah Air akan mengenang tahun 2020 sebagai periode yang sangat menantang. Hanya segelintir pelaku usaha yang masih mampu berjalan tegak di tengah badai pandemi Covid-19. Selebihnya, mereka tertatih-tatih mempertahankan roda bisnis.

Jangankan ekspansi, tidak semua pelaku industri bahkan memiliki kas yang cukup untuk menutup kebutuhan operasional. Sebagian lagi memilih untuk memangkas dana belanja modal alias capital expenditure (capex) 2020.


PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) misalnya, menurunkan capex dari semula Rp 1,4 triliun menjadi Rp 1,1 triliun. Produsen semen Tiga Roda itu terpaksa menunda pengerjaan fasilitas refused derived fuel (RDF) atau pengolahan sampah di Citeureup, Jawa Barat ke tahun 2021. Antonius Marcos, Sekretaris Perusahaan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk menyatakan, target pertumbuhan pendapatan Indocement tahun ini juga minus 5%-7%.


PT United Tractors Tbk semula menyediakan angaran belanja US$ 450 juta. Mayoritas angaran atau 80% untuk mendukung bisnis kontraktor jasa penambangan. "Tapi saat ini memang masih kami review kembali ya, jadi belum ada yang final," terang Sara K. Loebis, Sekretaris Perusahaan PT United Tractors Tbk, Jumat (15/5). 

Induk usaha United Tractors yakni PT Astra International Tbk (ASII), bahkan telah merevisi capex tahun ini menjadi Rp 10 triliun-Rp 11 triliun. Awalnya, grup perusahaan yang menggeluti aneka lini usaha sekaligus tersebut menyediakan anggaran Rp 20 triliun-Rp 25 triliun.

Christanto Machmud, Direktur PT Asia Pacific Investama Tbkk (MYTX) malah mengatakan, perusahaannya tidak mengalokasikan capex pada tahun ini karena penjualan sudah turun 50%. Padahal, semula mereka sudah menyediakan dana. 

Perusahaan lain, PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) semula menganggarkan belanja modal sebesar US$ 10 juta tahun ini. Tujuannya untuk peremajaan mesin produksi dan pengembangan produk baru yang akan direalisasikan pada awal semester II 2020. 

Namun belakangan Prama Yudha Amdan, Head of Corporate Communications and Public Relations  PT Asia Pacific Fibers Tbk mengabarkan, perusahaan akan memangkas dana belanja modal. Fokus utama mereka bertahan di tengah pandemi Covid-19.

Sementara PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) memilih wait and see alias menunggu momentum yang tepat untuk menetapkan alokasi belanja modal. "Perkiraan penyesuaian belanja modal ditunggu sampai laporan keuangan semester I 2020," tutur Joy Citra Dewi, Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk.

Semua kena

Pemangkasan dana belanja modal sejalan dengan dari target 2020 yang terevisi. Efek domino virus korona memang tak pandang sektor. Dari hasil wawancara KONTAN, hampir tidak ada sektor yang kebal dari kelesuan pasar. Tak terkecuali, makanan dan minuman yang secara aklamasi mendapat julukan sebagai sektor defensif ekonomi. 


Adhi Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) memperkirakan, target pertumbuhan industri  4%-5% pada tahun ini jika Produk Domestik Bruto (PDB) minus 0,4%-2,3%. Itu pun dengan catatan dampak Covid-19 terkendali hingga Bulan Juni. Adapun proyeksi tersebut separuh dari target awal pertumbuhan industri makanan dan minuman 2020.


Perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) nyatanya ada pula yang makan hati karena penjualan turun 90%. Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) mencatat, efek lockdown menyusutkan konsumsi air minum kemasan gelas dan botol. Sementara 95% anggota bermain di ceruk pasar tersebut.


Sektor lain lebih miris. Proyeksi omzet industri tekstil lokal tahun ini negatif 1,3%. Padahal semula masih ada target kenaikan 3,5%. Penyebabnya, rata-rata utilitas pabrik nasional sudah di bawah 10% karena tak ada permintaan dari pasar lokal maupun ekspor. "Saat ini kondisi sangat berat sehingga sebagian pabrik sudah tutup," kata Rizal Tanzil Rakhman, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) kepada KONTAN, pekan lalu. 


Pelemahan daya beli juga menurunkan utilitas industri hilir plastik dan kemasan hingga 40%. Ujung-ujungnya, Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) memangkas target pertumbuhan hingga hanya tersisa 0,5% mulai bulan ini. Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal Inaplas mengatakan, target awal pertumbuhan industri plastik dan kemasan tahun ini 5,2%.

Sektor keuangan


Tak hanya sektor riil, sektor keuangan juga berjibaku menghadapi ketatnya likuiditas. Bisa dimaklumi, kredit mereka tak mungkin berkembang tanpa ada ekspansi perusahaan. Alih-alih tambahan kredit, pandemi Covid-19 justru mengerek risiko kredit macet (NPL) perbankan. Selama kuartal I 2020, NPL gross PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) 4,91% atau lebih tinggi ketimbang kuartal I tahun lalu 2,92%.


Biarpun sudah menaikkan rasio pencadangan hingga 105,7% pada kuartal I tahun ini atau naik sekitar dua kali lipat ketimbang histori rasio sebelumnya, BTN tetap saja harus realistis. Dalam paparan daring, Jumat (15/5), Direktur Utama BTN Pahala N. Mansury mengaku tidak akan mampu merealisasikan target awal 2020.


PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) pun tak kuasa bertahan. Proyeksi pertumbuhan kredit tahun ini berkurang dari target awal 11% menjadi 5%. Margin bunga bersih (NIM) yang sebelumnya 6,8% kini 5,5%. "Namun saat ini belum kami finalisasi revisinya karena awal Juni baru akan kami sampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," tutur Haru Koemahargyo, Direktur Keuangan BRI saat paparan daring, Kamis (14/5).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×